Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya. Dan hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk melaksanakannya secara total. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang diperintahkan Allah Swt untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan amaliyah. Adapun pengertian hukum islam menurut beberapa pendapat :
Menurut pendapat Muchammad Ichsan bahwa Hukum Islam adalah hukum yang diturunkan oleh Allah untuk kemaslahatan hamba-hambanya di dunia maupun di akhirat.
Menurut pendapat Abdullah Ghani bahwa Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam yang dijadikan sebagai dasar dan acuan atau pedoman syariat Islam. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia saja, tetapi hukum tersebut juga mengatur hubungan manusia dengan Tuhan.
Menurut pendapat Muhammad Daud Ali bahwa Hukum Islam adalah norma, kaidah, ukuran, tolak ukur, pedoman yang digunakan untuk menilai dan melihat tingkah laku manusia dengan lingkungan sekitarnya.
Definisi hukum Islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi SAW, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat Muslim semuanya.
Prinsip-Prinsip Dasar dan Umum Hukum Islam
Menurut Juhaya S. Praja, prinsip adalah permulaan, tempat pemberangkatan, titik tolak atau al-mabda. Prinsip dalam hukum Islam terdiri dari prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip umum merupakan semua prinsip hukum Islam yang bersifat universal sedangkan prinsip khusus adalah prinsip-prinsip yang terdapat pada setiap cabang hukum Islam.
Dalam buku Hasbi Ash Shiddieqy, terdapat 5 prinsip khusus yang berkaitan dengan hukum Islam. Berikut merupakan beberapa prinsip khusus tersebut:
- Prinsip mengarahkan khitab pada akal Dalam hukum Islam, yang menjadi beban seorang mukallaf adalah akalnya. Dengan itu, untuk menambah cahaya akal, seorang mukallah harus mencari ilmu.
- Prinsip menjaga aqidah dengan akhlak utama yang dapat menjaga kesucian dan meluruskan pribadi, Prinsip ini berhubungan dengan kehormatan manusia yang terdapat pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist. Kehormatan sendiri tidak dibatasi hanya pada individu, ras, dan suku tetapi merupakan milik seluruh manusia.
- Prinsip menjadikan seluruh beban hukum untuk kebaikan dan kesucian jiwa.
- Prinsip perkawinan antara agama dengan dunia terkait masalah hukum. Dari prinsip ini, dapat dilihat bahwa seluruh hukum Islam memiliki tujuan untuk meraih mashalat dan menolak mafsadat. Prinsip ini menghendaki untuk menyerahkan perkara hukuman (ta’zir) pada pertimbangan yang berkuasa atau pertimbangan para hakim. Pertimbangan hukum yang terdapat pada hukum Islam dianggap sangat sedikit dibandingkan dengan pertimbangan hakim.
- Prinsip Tahkim, Tahkim berarti menmberikan keputusan kepada seseorang dan menerima putusan tersebut. Pada masalah hukum yang dipermasalahkan oleh 2 belah pihak dengan meminta seorang hakim yang terpandang dan memiliki keputusan yang dianggap mengikat tanpa ada ketetapan atau legalitas terhadap hakim resmi, maka tahkim diperbolehkan.
Terdapat 7 prinsip umum hukum islam yaitu:
1. Prinsip Tauhid
Dalam prinsip ini, dinyatakan bahwa seluruh manusia yang bernaung di bawah satu ketetapan yang sama yaitu ketetapan tauhid yang tertulis dalam kalimat “La Ilaha Illa Allah” yang berarti tidak ada Tuhan selain Allah. Berdasarkan prinsip ini, proses dan pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah. Prinsip ini tidak memperbolehkan terjadinya penuhanan antara sesama manusia maupun makhluk lain. Menurut Al’Quran dan As-Sunah, prinsip tauhid menginginkan dan memposisikan untuk menentukan hukum agar sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah.
2. Prinsip Keadilan
Istilah keadilan dalam hukum Islam terdiri dari berbagai aspek, mulai dari keadilan dalam hubungan antar individu dengan diri sendiri, masyarakat, hakim dan lain-lain. Prinsip keadilan melahirkan norma yang menunjukan elastisitas hukum Islam (murunah) atau dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu (shalih li kulli zaman wa makan) dan kemudahan dalam pelaksanaannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan (yusr wa raf’I al-haraj) yang berarti suatu persoalan dalam hukum Islam jika sudah menyempit maka akan menjadi luas dan sebaliknya apabila persoalan tersebut meluas, maka persoalan tersbut akan menyempit kembali.
3. Prinsip Amar Ma’ruf Nabi Munkar
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, prinsip ini terlihat dalam peran negara terhadap Islam. Oleh karena itu, negara dilarang memberi paksaan kepada masyarakat untuk melakukan suatu hal sesuai dengan kehendak yang sewenang-wenang. Prinsip ini menganggap hukum Islam digerakkan untuk mengatur umat manusia dengan tujuan yang baik dan benar menurut Allah.
4. Prinsip Kebebasan
Prinsip kebebasan atau kemerdekaan ini menyatakan agar hukum Islam disebarkan melalui penjelasan, demonstrasi, argumentasi bukan melalui paksaan. Dalam prinsip hukum Islam, kebebasan memiliki arti luas yang mencangkup berbagai aspek. Kebebasan yang tercangkup dalam hak asasi tidak boleh kontra dengan kemaslahatan umum, aqidah dan lain-lain. Oleh karena itu, terdapat perbedaan arti kata kebebasan antara hukum positif dan hukum Islam.
5. Prinsip Persamaan
Prinsip ini adalah salah satu bagian signifikan pada peningkatan hukum Islam untuk menggerakan dan mengontrol sosial. Akan tetapi, prinsip ini tidak mengontrol stratifikasi sosial. Hal ini lah yang membedakannya dengan komunis. Salah satu bukti konkrit prinsip ini adalah penghapusan perbudakan dan penindasan serta penistaan antar manusia. Hukum Islam menjamin tidak adanya diskriminasi suku dan memandang semua manusia harus diperlakukan sama di mata hukum. Dasar prinsip ini terdapat dalam Al-Qur’an pada Surat al-Hujarat ayat 13, Surat al-Isra, ayat 70.
6. Prinsip Ta’awun
Makna dari prinsip ini adalah agar manusia saling membantu sesama seperti yang telah diarahkan prinsip tauhid yang menekankan hal meningkatkan kebaikan dan ketaqwaan. Prinsip ini mengandung nilai mulia yang sangat tinggi dan diharapkan tidak diabaikan oleh para umat Islam.
7. Prinsip Toleransi
Toleransi yang dimaksud adalah toleransi dengan jaminan untuk tidak melanggar hak-hak Islam dan umatnya. Toleransi disini hanya dapat diterima jika tidak merugikan agama Islam. Ruang lingkup toleransi sangat luas dan tidak berhenti pada lingkup ibadah saja tetapi meliputi segala ketentuan hukum Islam seperti muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan sebagainya. Toleransi atau biasanya disebut tasamuh memiliki nilai yang lebih tinggi dari rukun dan damai. Maksudnya adalah tidak hanya rukun dan damai, tetapi tidak memaksa dan tidak merugikan sesama. Mengenai toleransi dan tasamuh, terdapat pada Surat alMumtahanah ayat 8 dan ayat 9.
Asas-Asas Dalam Hukum Islam
Asas berasal dari kata Asasun yang artinya dasar, basis, pondasi. Secara terminologi adalah landasan berpikir yang sangat mendasar. Jika dihubungkan dengan hukum, asas adalah kebenaran yang digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan berpendapat, terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Asas hukum berfungsi berfungsi sebagai rujukan untuk mengembalikan segala masalah yang berkenaan dengan hukum.
Menurut Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bahwa asas Hukum Islam terdiri dari asas umum, asas hukum pidana dan asas hukum perdata. Mengenai asas hukum yang lain seperti bagian tata negara dan internasional tidak disebutkan dalam laporan mereka.
Asas-Asas Umum
Asas umum Hukum Islam yang meliputi semua bidang dan semua lapangan hukum adalah sebagai berikut;
1. Asas Keadilan
keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijakan pemerintah. Konsep keadilan meliputi berbagai hubungan, misalnya hubungan individu dengan dirinya sendiri, hubungan antara individu dengan yang berperkara serta hubungan hubungan dengan berbagai pihak yang terkait.
Keadilan dalam Hukum Islam berarti keseimbangan antara kewajiban dan harus dipenuhi oleh manusia dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban itu. Etika keadilan berlaku adil dalam menjatuhi hukuman, menjauhi suap dan hadiah, keburukan tergesa-gesa dalam menjatuhi hukuman, keputusan hukum bersandar pada apa yang nampak, kewajiban menggunakan hukum agama.
2. Asas kepastian hukum
Dalam syariat Islam asas ini disebut لَا حُكْمَ لِأَفْعَالِ الْعَقْلَاءِ قَبْلَ وُرُوْدِ النَّصِّ artinya “sebelum ada nas, tidak ada hukum bagi perbuatan orang-orang yang berakal sehat”. Bahwa pada dasarnya semua perbuatan dan perkara diperbolehkan. Jadi selama belum ada nas yang melarang, maka tidak ada tuntutan ataupun hukuman atas pelakunya. Dasar hukumnya asas ini ialah QS Al Isro’ 15 yang artinya ”Dan kami tidak akan menyiksa sebelum kami mengutus seorang rasul.”
3. Asas kemanfaatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi keadilan dan kepastian hukum tersebut diatas. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastiann hukum hendaknya memperhatikan manfaat bagi terpidana atau masyarakat umum. Contoh hukuman mati, ketika dalam pertimbangan hukuman mati lebih bermanfaat bagi masyarakat, misal efek jera, maka hukuman itu dijatuhkan. Jika hukuman itu bermanfaat bagi terpidana, maka hukuman mati itu dapat diganti dengan denda.
Asas Hukum Pidana
Asas-asas Hukum Islam yang meliputi ruang lingkup pidana adalah sebagai berikut;
1. Asas legalitas
Asas legalitas yaitu asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum ada undang-undang yang mengaturnya. Asas ini terdapat dalam surat dan ayat Al-Quran, surat Al-Isra’ (17) ayat 15 yang artinya “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa, tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan mengazab, sebelum kami mengutus seorang rasul.
2. Tidak berlaku surut
Hukum pidana Islam tidak menganut sistem berlaku surut artinya sebelum adanya nas yang melarang perbuatan maka tindakan seorang tidak bisa dianggap suatu jarimah, sehingga ia tidak dapat dijatuhi hukuman. Dasar hukum dari asas ini ialah bahwasannya Allah SWT mengampuni perbuatan yang telah lalu, Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu.”
Tetapi ada pengecualian tidak berlaku surut, karena pada jarimah jarimah yang berat dan sangat berbahaya apabila tidak diterapkan berlaku surut. seperti halnya; jarimah qozf, jarimah hirabah (perampokan, terorisme). Jika kedua jarimah berlaku hukum tidak berlaku surut, maka banyak kekacauan dan fitnah pada masyarakat.
3. Bersifat pribadi
Dalam syariah Islam hukuman dapat dijatuhkan hanya kepada orang yang melakukan perbuatan jinayah dan orang lain ataupun kerabatnya tidak dapat menggantikan hukuman pelaku jinayah. Al Quran telah menjelaskan dalam QS al an’am 164 ; Katakanlah: “Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”
4. Hukum bersifat umum
Hukuman harus berlaku umum maksudnya setiap orang itu sama dihadapan hukum (equality before the law) walaupun budak, tuan, kaya, miskin, pria, wanita, tua, muda, suku berbeda. Contoh ketika masa Rasulullah ada seorang wanita yang didakwa mencuri, kemudian keluarganya meminta Rasulullah membebaskan dari hukuman. Rasulullah dengan tegas menolak perantaraan itu dengan menyatakan “seandainya Fatimah Binti Muhammad mencuri, ikatan keluarganya tidak dapat menyelamatkannya dari hukuman hadd”.
5. Hukuman tidak sah karena keraguan
Keraguan di sini berarti segala yang kelihatan seperti sesuatu yang terbukti, padahal dalam kenyataannya tidak terbukti. Atau segala hal yang menurut hukum yang mungkin secara konkrit muncul, padahal tidak ada ketentuan untuk itu dan tidak ada dalam kenyataan itu sendiri. Putusan untuk menjatuhkan hukuman harus dilakukan dengan keyakinan, tanpa adanya keraguan. Sebuah hadis menerangkan “hindarkan hudud dalam keadaan ragu, lebih baik salah dalam membebaskan daripada salah dalam menghukum”.
Seperti halnya kasus yang dicontohkan Abdul Qodir Audah dalam kasus pencurian, misalnya kecurigaan mengenai kepemilikan dalam pencurian harta bersama. Jika seorang mencuri sesuatu yang dia miliki bersama orang lain, hukuman hadd bagi pencuri menjadi tidak valid, karena dalam kasus harta itu tidak secara khusus dimiliki orang, tetapi melibatkan persangkaan adanya kepemilikan juga dari pelaku perbuatan itu.
Asas Hukum Perdata
Di dalam asas hukum perdata terdapat asas-asas Hukum Islam yang menjadi tumpuan atau landasan untuk melindungi kepentingan pribadi seseorang, diantaranya adalah:
1. Asas kebolehan atau mubah
asas ini menunjukkan kebolehan melakukan semua hubungan perdata (sebagian dari hubungan muamalah) sepanjang hubungan itu tidak dilarang oleh Al-Quran dan As-Sunah. Asas ini terdapat dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 185 yang artinya “Bulan ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai (permulaan) petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu. Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuknya yang diberikan padamu, supaya kamu bersyukur.[3]
2. Asas Kemasalahatan Hidup
yaitu asas yang mengandung makna bahwa hubungan perdata apa pun juga dapat dilakukan asal hubungan itu dapat mendatangkan kebaikan, berguna serta berfaedah bagi kehidupan manusia pribadi dan masyarakat, kendatipun tidak terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunah.
3. Asas Kebebasan dan Kesukarelaan
Maksudnya bahwa setiap hubungan perdata harus dilakukan secara bebas dan sukarela. Asas ini bersumber dari Al-Quran surat An Nisa [4] ayat 29 yang artinya “hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.
4. Asas Kebajikan (kebaikan)
Maksudnya bahwa setiap hubungan perdata seyogyanya mendatangkan kebajikan bagi kedua belah pihak dan pihak ketiga dalam masyarakat. Asas ini bersumber dari Al-Quran surat A-Maidah [5] ayat 90 artinya adalah “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.
5. Asas Kekeluargaan atau Asas Kebersamaan yang Sederajat
Yaitu asas hubungan perdata yang disandarkan pada hormat menghormati, kasih mengasihi serta tolong-menolong dalam mencapai tujuan bersama. Asas ini bersumber dari Al-Quran surat Al-Maidah [5] ayat 2, artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan (mengganggu) binatang binatang had-nya, melanggar kehormatan bulan-bulan haram dan binatang-inatang qala-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu te;ah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjidil haram. Dan tolong-menolonglah kamu dalam mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya.
- Asas Adil dan Berimbang.
- Asas Mendahulukan Kewajiban dari Hak.
- Asas Larangan Merugikan Diri Sendiri dan Orang Lain.
- Asas Kemampuan Berbuat atau Bertindak.
- Asas Kebebasan Berusaha.
- Asas Mendapatkan Hak Karena Usaha dan Jasa.
- Asas Perlindungan Hak.
- Asas Hak Milik Berfungsi Sosial.
- Asas yang Beritikad Baik Harus Dilindungi.
- Asas Risiko Dibebankan pada Harta, Tidak Pada Pekerja.
- Asas Mengatur dan Memberi Petunjuk
- Asas Tertulis atau Diucapkan di Depan Saksi.
- Asas Menolak Mudharat dan Mengambil Manfaat.
article by: M RIYO ZAKARIYA, AMAILIYA FATIHATUL H, TRI WAHYUNI APRILIA, LINTANG NAYLA AYU
#HukumIslam #PrinsipHukum #AsasHukum #Tauhid #Keadilan #Kebebasan #Persamaan #Kemanfaatan #Legalitas #Syariah #KepastianHukum #HukumPidanaIslam #HukumPerdataIslam #FilsafatHukumIslam #PenerapanHukumIslam #KemaslahatanUmat
Leave a Reply