PENYERTAAN TINDAK PIDANA

PENYERTAAN TINDAK PIDANA

PENGERTIAN PENYERTAAN

Penyertaan (deelneming) adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta/terlibatnya orang atau orang-orang, baik secara psikis maupun fisik dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana. Oleh sebab itu harus dicari sejauh mana peranan masing-masing untuk melihat pertanggungjawabannya.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, kata penyertaan berarti turut sertanya seseorang atau lebih pada waktu orang lain melakukan tindak pidana dan menurut Moeljatno apabila dalam penyertaan bukan satu orang yang tersangkut dalam terjadinya perbuatan pidana akan tetapi beberapa orang. Tersangkutnya dua orang atau lebih dalam suatu tindak pidana dapat terjadi:

  1. Beberapa orang bersama-sama melakukan suatu delik atau
  2. Mungkin seorang saja yang berkehendak (berniat) dan merencanakan delik,
    tetapi delik tersebut tidak dilakukannya tetapi ia mempergunakan orang lain
    untuk mewujudkan delik tersebut, atau
  3. Mungkin hanya seorang saja yang melakukan delik dan orang itu yang
    mewujudkan delik.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat dilihat bahwa dalam hukum pidana kemampuan bertanggungjawab merupakan hal lain dari tindak pidana dalam artian abstrak, yakni mengenai syarat untuk dapat dipidananya pelaku yang terbukti telah melakukan tindak pidana atau melanggar larangan berbuat dalam hukum pidana, dan sekalian bukan syarat ataupun unsur dari pengertian tindak pidana.

Orang orang yang terlibat dalam kerja sama yang mewujudkan tindak pidana, perbuatan masingmasing dari mereka berbeda satu dengan yang lain. Demikian juga bisa tidak sama apa yang adalah sikap batin mereka terhadap tindak pidana maupun terhadap peserta yang lain. Tetapi dari perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing itu terjalinlah suatu hubungan yang sedemikian rupa eratnya, dimana perbuatan yang satu menunjang perbuatan yang lain, yang semuanya mengarah pada satu ialah terwujudnya tindak pidana.

KLASIFIKASI PENYERTAAN TINDAK PIDANA

Menurut doktrin para sarjana, deelneming menurut sifatnya dapat dibagi atas:

1. Zelfstandige vormen van deelneming.

Dalam bentuk ini maka pertanggungjawaban dari tiap-tiap peserta dihargai sendiri-sendiri;

2. Onzelfstandige vormen van deelneming.

Dalam onzelfstandige atau accessoire deelneming, pertanggungjawaban dari peserta yang satu digantungkan kepada perbuatan peserta yang lain, artinya: apabila oleh peserta yang lain dilakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum, maka peserta yang satu juga dapat dihukum. Penyertaan menurut KUHP diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP berdasarkan pasal-pasal tersebut, penyertaan dibagi menjadi dua pembagian besar yaitu : Dalam pasal 55 menyebutkan empat golongan yang dapat dipidana atau pembuat (Dader):

a. Pelaku atau pleger.

Pelaku adalah orang yang melakukan seluruh isi delik. Apabila dua orang bersama-sama melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum, sedangkan pelaku sendiri-sendiri tidak menghasilkan kejahatan itu dapat terjadi “turut melakukan”. Pelaku (Pleger) dikategorikan sebagai peserta hal ini karena pelaku tersebut dipandang sebagai salah seorang yang terlibat dalam peristiwa tindak pidana dimana terdapat beberapa orang peserta.

Seorang pleger adalah orang yang perbuatannya telah memenuhi setiap unsur delik yang terdapat dalam pasal hukum pidana yang dilanggar. Oleh karena itu pada prinsipnya ia merupakan orang, baik secara sendiri maupun terkait dengan orang lain, telah dapat dijatuhi sanksi pidana. Tentu saja jika pada saat melakukan perbuatan pidana tersebut, ia dapat dibuktikan kesalahannya.

b. Menyuruh melakukan atau doenpleger.

Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedangkan perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan demikian ada dua pihak yaitu; pembuat langsung (manus manistra/auctor physicus), dan pembuat tidak langsung (manus domina/auctor intellectualis).

Unsur-unsur pada doenpleger:

  • a) Alat yang dipakai adalah manusia.
  • b) Alat yang dipakai berbuat.
  • c) Alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan

Sedangkan hal-hal yang menyebabkan alat (pembuat materil) tidak dapat dipertanggungjawabkan adalah:

  • Bila ia tidak sempurna pertumbuhan jiwanya (pasal 44).
  • Bila ia berbuat karena daya paksa (pasal 48).
  • Bila ia berbuat karena perintah jabatan yang tidak sah (pasal 51 ayat 2).
  • Bila ia sesat (keliru) mengenai salah satu unsur delik;
  • Bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang di syaratkan untuk kejahatan yang bersangkutan.

Menyuruh melakukan merupakan salah satu bentuk penyertaan, yang didalamnya jelas terdapat seorang yang menyuruh orang lain melakukan suatu perbuatan pidana, dan orang lain yang disuruh melakukan perbuatan pidana tersebut. Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, orang yang menyuruh melakukan biasanya disebut sebagai midellijk dader atau mittelbar tate, yakni seorang pelaku yang tidak ecara langsung melakukan sendiri perbuatan pidana, melainkan dengan perantara orang lain.

Dalam doenpleger terdapat dua ciri penting yang membedakannya dengan bentuk-bentuk penyertaan lainnya. Pertama, melibatkan minimal dua orang, dimana satu pihak bertindak sebagai actor intelectualis, yaitu orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana, dan pihak yang lainnya bertindak sebagai actor materialis, yaitu orang yang melakukan tindak pidana atasa suruhan actor intelectualis. Kedua, secara yuridis, actor materiallis adalah orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas tindak pidana yang dilakukan, karena dalam dirinya terdapat hal-hal yang merupakan alasan pemaaf.

c. Turut serta atau medepleger.

Menurut MvT (Memorian Van Toelichting) adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah sama. Turut mengerjakan sesuatu yaitu:

a) Mereka memenuhi semua rumusan delik; b) Salah satu memenuhi rumusan delik; c) Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumusan delik.

Syarat adanya medepleger, antara lain :

  • Adanya kerja sama secara sadar, kerja sama dilakukan secara sengaja untuk kerja sama dan ditujukan kepada hal yang dilarang undang-undang.
  • Adanya pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan. Dalam penyertaan bentuk turut serta ini, dua orang atau lebih yang dikatakan sebagai medepleger tersebut semuanya harus terlibat aktif dalam suatu kerja sama pada saat perbuatan pidana dilakukan.

Ini berarti, didalam medepleger terdapat 3 (tiga) ciri penting yang membedakannya dengan bentuk penyertaan lain.

  • Pertama, pelaksanaan perbuatan pidana melibatkan dua orang atau lebih.
  • Kedua, semua yang terllibat, terjadinya kerja sama fisik bukan karena kebetulan, tetapi memang telah merupakan kesepakatan yang telah direncanakan bersama sebelumnya.

d. Penganjur atau uitloker.

Penganjur adalah orang yang mengerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang. Penganjuran (uitloken) mirip dengan menyuruh melakukan (doenplegen), yaitu melalui perbuatan orang lain sebagai perantara. Dalam pasal 56 menyebutkan siapa saja yang dipidana sebagai pembantu suatu kejahatan (Medeplichtiegheid) yaitu ada dua golongan:

  1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.
  2. Mereka yang memberi kesempatan sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Sebagaimana dalam bentuk menyuruh melakukan, dalam uitlokker pun terdapat dua orang atau lebih yang masing-masing berkedudukan sebagai orang yang menganjurkan (actor intelectualis) dan orang yang dianjurkan (actor materialis) bentuk penganjurannya adalah actor intelectualis menganjurkan orang lain (actor materialis) untuk melakukan perbuatan pidana.

Uitlokker adalah orang yang menganjurkan orang lain untuk melakukan suatu perbuatan pidana, dimana orang lain tersebut tergerak untuk memenuhi anjurannya disebabkan karena terpengaruh atau tergoda oleh upaya-upaya yang dilancarkan penganjur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP.

UNSUR-UNSUR PENYERTAAN TINDAK PIDANA

Deelneming atau keturutsertaan adalah apabila dalam suatu peristiwa pidana terdapat lebih dari 1 (satu) orang, sehingga harus dicari pertanggungjawaban dan peranan masing-masing peserta dalam peristiwa tersebut. Didalam KUHP pada umumnya dijabarkan kepada 2 (dua) macam unsur yaitu Unsur Objektif dan Unsur Subjektif.

Yang dimaksud dengan Unsur Objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu didalam keadaan dimana tindakan dari pelaku itu harus dilakukan, sedangkan Unsur Subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku. Dalam tindak pidana penyertaan (Deelneming) terdapat unsur objektif dan unsur subjektif.

1. Unsur Objektif

Menganjurkan orang lain melakukan perbuatan, dengan menggunakan cara :

  • a. Memberikan sesuatu;
  • b. Menjanjikan sesuatu;
  • c. menyalahgunakan kekuasaan;
  • d. Menyalahgunakan martabat;
  • e. Dengan kekerasan;
  • f. Dengan ancaman;
  • g. Dengan penyesatan;
  • h. Dengan memberi kesempatan;
  • i. Dengan memberi sarana;
  • j. Dengan memberikan keterangan;

2. Unsur subjektif (Dengan sengaja)

  • a. Adanya hubungan batin (Kesengajaan) dengan tindak pidana yang hendak diwujudkan, artinya kesengajaan dalam berbuat diarahkan pada terwujudnya tindak pidana. Disini sedikit atau banyak ada kepentingan untuk terwujudnya tindak pidana;
  • b. Adanya hubungan batin (kesengajaan, seperti mengetahui) antara dirinya dengan peserta yang lainnya dan bahkan dengan apa yang diperbuat oleh peserta lainnya.

Dalam bab V KUHP yang ditentukan mengenai penyertaan terbatas hanya sejauh yang tercantum dalam Pasal 55 sampai Pasal 60 yang pada garis besarnya berbentuk penyertaan dalam arti sempit (Pasal 55) dan Pembantuan (Pasal 56 dan 59). Sehingga bentuk-bentuk ini diperinci menjadi unsur-unsur dari turut serta (Deelneming) yaitu :

  • Dua orang atau lebih bersama-sama (berbarengan) melakukan suatu tindak pidana
  • Ada yang menyuruh dan ada yang disuruh melakukan suatu tindak pidana.
  • Ada yang melakukan dan ada yang turut serta melakukan tindak pidana.
  • Ada yang menggerakan dan ada yang digerakan dengan syarat-syarat tertentu untuk melakukan tindak pidana.
  • Pengurus-pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisariskomisaris yang (dianggap) turut campur dalam suatu pelanggaran tertentu.
  • Ada petindak (Dader) dan ada pembantu untuk melakukan suatu tindak pidana kejahatan.

3. Unsur-unsur bagi pembuat (mededader), diatur dalam pasal 55 KUHP

a. Pleger (orang yang melakukan)

Seseorang yang termasuk golongan ini adalah pelaku tindak pidana yang melakukan perbuatannya sendiri, baik dengan memakai alat maupun tidak memakai alat. Dengan kata lain, pleger adalah seseorang yang memenuhi seluruh unsur yang ada dalam suatu perumusan karakteristik delik pidana dalam setiap pasal.

b. Doenpleger (orang yang menyuruh melakukan)

Perbuatan dapat dikategorikan dapat dikategorikan sebagai doen plegen, paling sedikit harus ada dua orang, dimana salah seorang bertindak sebagai perantara. Sebab doen plegen adalah seseorang yang ingin melakukan tindak pidana, tetapi dia tidak melakukannya sendiri melainkan menggunakan atau menyuruh orang lain, dengan catatan yang dipakai atau disuruh tidak bisa menolak atau menentang kehendak orang yang menyuruh melakukan.

Sesungguhnya yang benar-benar melakukan tindak pidana langsung adalah orang yang disuruh melakukan, tetapi yang bertanggungjawab adalah orang lain, yaitu orang yang menyuruh melakukan. Hal ini disebabkan orang yang disuruh melakukan secara hukum tidak bisa dipersalahkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Orang yang disuruh mempunyai dasar-dasar yang menghilangkan sifat pidana. Sebagaimana diatur dalam Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 KUH Pidana.

c. Medepleger (orang yang turut melakukan)

Perbuatan dapat dikategorikan sebagai medepleger, paling sedikit juga harus tersangkut dua orang, yaitu orang yang menyuruh melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger). Disebut turut melakukan, karena ia terlibat secara langsung bersama pelaku dalam melakukan suatu tindak pidana, dan bukan hanya sekedar membantu atau terlibat ketika dalam tindakan persiapan saja. Ini berarti antara orang yang turut melakukan dengan pelaku, harus ada kerjasama secara sadar dan sengaja.

d. Uitlokker (orang yang membujuk melakukan)

Secara sederhana pengertian uitlokker setiap orang yang menggerakan atau membujuk orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana. Istilah menggerakan atau membujuk ruang lingkup pengertiannya sudah dibatasi oleh Pasal 55 Ayat (1) bagian 1 KUHP yaitu dengan cara memberikan atau menjanjikan sesuatu, ancaman, atau penyesatan, memberi kesempatan, sarana dan keterangan. Berbeda dengan orang yang disuruh melakukan, orang yang dibujuk tetap dapat dihukum, karena dia masih tetap mempunyai kesempatan untuk menghindari perbuatan yang dibujukan kepadanya. Tanggungjawab orang yang membujuk (uitlokker) hanya terbatas pada tindakan dan akibat-akibat dari perbuatan yang dibujuknya, selebihnya tanggungjawab yang dibujuk sendiri.

4. Unsur-unsur para pembuat pembantu (medeplichtigkheid) dalam pasal 56 KUHP

  1. Seseorang yang sengaja memberi bantuan pada waktu/saat kejahatan dilakukan.
  2. Seseorang yang memberi kesempatan sarana atau keterangan untuk 11 melakukan kejahatan (sebelum kejahatan dilakukan)

Semua golongan yang disebut dalam Pasal 55 KUHP dapat digolongkan sebagai pelaku tindak pidana, sehingga hukuman untuk mereka juga disamakan. Sebaliknya, Pasal 56 KUHP mengatur mengenai orang digolongkan sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana (medeplichtig) atau pembantu. Orang dikatakan termasuk sebagai yang membantu tindak pidana jika ia memberikan bantuan kepada pelaku pada saat atau sebelum tindak pidana tersebut dilakukan.

Apabila bantuan diberikan sesudah tindakan, tidak lagi termasuk orang yang membantu, tetapi termasuk sebagai penadah atau persekongkolan. Sifat bantuan bisa berbentuk apa saja, baik secara materil maupun moral. Tetapi antara bantuan yang diberikan dengan hasil bantuannya harus ada sebab akibat yang jelas dan berhubungan.

Begitu pula sifat bantuan harus benar-benar dalam taraf membantu dan bukan merupakan suatu tindakan yang berdir sendiri. Perbuatan yang sudah berdiri sendiri tidak lagi termasuk turut membantu tetapi sudah menjadi turut melakukan. Inisiatif atau niat harus pula datang dari pihak yang diberi bantuan, sebab jika inisiatif atau niat itu berasal dari orang yang memberi bantuan, sudah termasuk dalam golongan membujuk melakukan (uitlokker).

article by: Ahmad Zulfa, Mizaj Zanzabila, Ageng Gladraniatil

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *