KONSEP DASAR FILSAFAT HUKUM ISLAM

Cakupan dan Batasan Filsafat Hukum Islam

Filsafat Hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum islam. Ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum islam. Maka, filsafat hukum islam adalah filsafat yang menganalisis hukum islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Menurut Azhar Basyir, filsafat hukum islam adalah pemikiran pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggungjawabkan dan radikal tentang hukum islam. Filsafat hukum islam merupakan anak sulung dari filsafat islam. Dengan rumusan lain, filsafat hukum islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan hukum islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara hukum islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah menetapkannya di muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. Dengan filsafat ini, hukum islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta alam.

Sesuai dengan watak filsafat, filsafat hukum islam berusaha menangani pernyataan- pernyataan fundamental secara ketat, konsepsional, metodis, koheren, sistematis, radikal, universal dan komprehensip, rasional serta bertanggungjawab. Arti dari pertanggungjawaban ini adalah adanya kesiapan untuk memberikan jawaban yang obyektif dan argumentative terhadap segala pernyataan, sangkalan dan kritikan.

Dengan demikian, maka pada hakikatnya filsafat hukum islam bersikap kritis terhadap masalah-masalah. Jawaban-jawabannya tidak luput dari kritik lebih lanjut, sehingga ia dikatakan sebagai seni kritik, dalam arti tidak pernah merasa puas dari dalam mencari, tidak menganggap suatu jawaban sudah selesai, tetapi selalu bersedia bahkan senang membuka kembali perdebatan

Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Hukum Islam

Awalnya Filsafat disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science) sebab filsafat seakan-akan mampu menjawab pertanyaan tentang segala sesuatu atau segala hal, baik yang berhubungan dengan alam semesta, maupun manusia dengan segala problematika dan kehidupannya. Namun seiring dengan perubahan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan berbagai disiplin ilmu baru dengan masing- masing spesialisasinya, filsafat seakan-akan telah berubah fungsi dan perannya.

Pertumbuhan Filsafat Hukum Islam diawali oleh adanya doktrin Islam yang memperbolehkan ijtihad. Ijtihad merupakan pendekatan akal dalam mengambil putusan hukum jika tidak ada dalil yang pasti, baik dai Al-Qur’an maupun Sunnah.

Faktor Munculnya Filsafat Islam Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai kaum Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah, Mesopotamia, Persia, dan Mesir. Dalam Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve dijelaskan bahwa kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke daerah-daerah itu melalui ekspansi Alexander Agung, penguasa Macedonia (336-323 SM), setelah mengalahkan Darius pada abad ke-4 SM di kawasan Arbela (sebelah timur Tigris). Perkembangan filsafat Islam, hidup dan memainkan peran signifikan dalam kehidupan intelektual dunia Islam. Jamal al-Din al-Afgani, seorang murid Mazhab Mulla Shadra saat di Persia, menghidupkan kembali kajian filsafat Islam di Mesir. Di Mesir, sebagian tokoh agama dan intelektual terkemuka seperti Abd. Al-Halim Mahmud, Syaikh al-Azhar al-marhum, menjadi pengikutnya.10 Filsafat Islam di Persia, juga terus berkembang dan memainkan peran yang sangat penting meskipun terdapat pertentangan dari kelompok ulama Syi’ah. Tetapi patut dicatat bahwa Ayatullah Khoemeni, juga mempelajari dan mengajarkan al-hikmah (filsafat Islam) selama berpuluh puluh tahun di Qum, sebelum memasuki arena politik, dan juga Murtadha Muthahhari, pemimpin pertama Dewan Revolusi Islam, setelah revolusi Iran 1979, adalah seorang Filosof terkemuka. Demikian pula di Irak, Muhammad Baqir Al-Shadr, pemimpin politik dan agama yang terkenal, adalah Juga pakar filsafat Islam.

Setelah Nabi saw wafat, pemikiran filsafat (ijtihad) ini dilanjutkan oleh para sahabat terutama oleh Umar bin Khattab yaitu dengan menghapuskan hukum potong tangan bagi pencuri, zakat bagi muallaf, dan lain-lain yang disesuaikan dengan keadaan umat pada masa itu.

Imam empat mazhab, yaitu Malik ibn Anas, Abu Hanifah, Asy Syafi’iy dan Ahmad bin Hambal adalah Ulama generasi awal yang sudah melakukan kegiatan ijtihad. Kegiatan filsafat hukum Islam terus berlanjut oleh generasi berikutnya. Al-Juwaini yang dikenal sebagai ulama ushul fiqh generasi awal menekankan pentingnya memahami maqashid al- syariah (tujuan hukum) dalam menetapkan hukum. Ia secara tegas menyatakan bahwa seseorang tidak dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam sebelum ia dapat memahami dengan benar tujuan Allah menetapkan perintah-perintah dan larangan- larangannya.

Pembuat hukum). Kemudian ia memerinci mashlahat itu menjadi lima, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Pada sekarang, kegiatan berfilsafat (ijtihad) dalam hukum Islam ini telah dinaungi dalam sebuah organisasi keislaman yang bertugas mencari ketetapan hukum terhadap nasalah-masalah baru yang terdapat di dalam masyarakatnya. Pada masyarakat Indonesia, proses ijtihad ini dilakukan oleh organisasi Islam yang disebut dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas memberikan jawaban jawaban atas permasalahan baru yang muncul kalangan umat Islam Indonesia. Dalam menetapkan hukum, MUI menggunakan suatu istilah yang disebut dengan fatwa, yaitu keputusan atau ketetapan hukum baru terhadap permasalahan yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an, hadis, maupun kitab-kitab hukum Islam terdahulu agar terpeliharanya keamanan dan kesejahteraan umat Islam di Indonesia.

Kegunaan dan metode Pengembangan Filsafat Hukum Islam

Diantara kegunaan memempelajari Filsafat Hukum Islam:

  1. Menjadikan filsafat sebagai pendekatan dalam menggali hakikat, sumber dan tujuan hukum
  2. Dapat membedakan kajian ushul fiqih dengan filsafat terhadap hukum Islam.
  3. Mendudukan Filsafat Hukum Islam sebagai salah satu bidang kajian yang penting dalam memahami sumber hukum Islam yang berasal dari wahyu maupun hasil ijtihad para ulama
  4. Menemukan rahasia-rahasia syariat diluar maksud lahiriahnya.
  5. Memahami ilat hukum sebagai bagian dari pendekatan analitis tentang berbagai hal yang membutuhkan jawaban hukumiyahnya sehingga pelaksanaan hukum Islam merupakan jawaban dari situasi dan kondisi yang terus berubah dinamis.
  6. Membantu mengenali unsur-unsur yang mesti dipertahankan sebagai kemapanan dan unsure-unsur yang menerima perubahan sesuai dengan tuntunaan situasional.

Metodelogi Filsafat Keagamaan Islam Terdapat beberapa metode dalam filsafat agama Islam, terdiri atas 3 metode dalam mempelajari filsafat keagamaan Islam, yaitu metode Bayani, irfani, dan burhani. Penjelasannya sebagai berikut:

  1. Metode “Bayani”, yaitu metode istinbath melalui penafsiran terhadap kata yang digunakan dalam teks (nash) dan susunan kalimatnya sendiri, berarti penjelasan. Metode bayani merupakan metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung dan dijustifikasi oleh akal kebahasan yang digali lewat inferensi (istidlal). Dalam bayani rasio dianggap tidak mampu memberikan pengetahuan kecuali disandarkan pada teks.
  2. Metode “irfani” adalah salah satu model penalaran yang dikenal dalam tradisi keilmuan Islam. Istilah irfan (arafa, bahasa arab) semakna dengan makrifat. Irfan (makrifat) berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh secara langsung dari Tuhan (kasyf) lewat olah ruhani (riyadhah) yang dilakukan atas dasar hub (cinta) atau iradah (kemauan yang kuat). Secara epistimologis, irfan dapat diartikan sebagai pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakekat oleh Tuhan kepada hamba-Nya serta adanya oleh ruhani yang dilakukan atas dasar cinta. Irfan adalah wujud mutlak, yaitu Allah SWT.
  3. Metode “Burhani”, suatu pengetahuan berdasarkan prinsip logika. Metode ini menyadarkan diri pada kekuatan rasio atau akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. Sumber pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi. Rasio inilah yang dengan dalil-dalil logika memberikan penilaian dan keputusan terhadap informasi yang masuk lewat indera yang dikenal dengan istilah “Tasawur” dan “Tashdiq”. Tasawur adalah proses pembentukan konsep berdasarkan data-data dan indera, sedangkan Tashdiq adalah proses pembuktian terhadap kebenaran konsep tersebut.

Hubungan Filasafat Hukum Islam Dengan Ilmu-Ilmu Lain

Hubungan Filsafat Hukum Islam dengan Ilmu kalam

Kalam dalam bahasa Arab dapat diartikan dengan perkataan dan ucapan. Dalam ilmu kebahasaan, kalam ialah kata-kata yang tersusun dalam suatu kalimat yang mempunyai arti. Sementara dalam ilmu agama, yang dimaksud dengan kalam adalah firman Allah. Kemudian kata ini menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri, yang disebut dengan ilmu kalam. Diantara alasan yang dimajukan, ialah sebagai berikut:

  1. Persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan di abad-abad permulaan hijriyah ialah firman Allah yaitu Alqur’an sebagai salah satu sifatnya, apakah kadim tidak diciptakan atau hadits (baru) diciptakan? (harap dibedakan kata hadits lawan dari kadim, dengan hadits: perkara, ucapan, ketetapan dan sifat Nabi Muhammad Saw).
  2. Dasar-dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil akal (rasio). Kaum teolog atau mutakallimin menetapkan pokok persoalan dengan mengemukakakan dalil akal terlebih dahulu, setelah tuntas baru mereka kembali pada dalil naqli (Al-quran dan Hadist).
  3. Cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai ilmu logika dan filsafat.

Dengan demikian ilmu kalam merupakan salah satu ilmu keislaman yang timbul dari hasil diskusi umat islam dalam merumuskan kaidah Islam dengan menggunakan dalil akal dan filsafat. Atas dasar-dasar pemikiran di atas itulah, di antara penulis-penulis islam seperti Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya, Renan dalam bukunya Ibnu Rusyd wa al- Rusydiyah memasukkan ilmu kalam ke dalam ruang lingkup filsafat islam. Hal ini disebabkan mereka melihat bahwa antar kedua disiplin ilmu keislaman ini terdapat hubungan yang sangat erat dan masalah-masalah yang dibicarakan antara keduanya sudah bercampur sehingga sulit dibedakan.

Hubungan Filsafat Hukum Islam dengan Tasawuf

Tasawuf berasal dari kata sufi yakni sejenis kain wol kasar yang terbuat dari bulu yang dipakai oleh orang-orang yang sederhana, namun berhati suci dan mulia. Menurut Al- ‘Iraqi tasawuf dalam Islam baik yang suni maupun yang falsafi termasuk dalam ruang lingkup filsafat islam secara umum. Menurutnya hal ini disebabkan kaum sufi mempergunakan logika dalam mempelajari al-hulul, wahdat al-wujud, al-baqa’ dan al- fana’. Akan tetapi, kedua disiplin ilmu ini terdapat perbedaan-perbedaan sebagai berikut:

  1. Filsafat memandang dengan mata akal dan mengikuti metode argumentasi dan logika. Sementara tasawuf menempuh jalan mujahadah (pengekangan hawa nafsu) dan musyahadah (pandangan batin), jadi kaum filosof adalah pemilik argumentasi dan kaum sufi pemilik intuisi dan perasaan batin.
  2. Objek filsafat membahas segala yang ada (almaujudat), baik fisika maupun metafisika, termasuk di dalamnya Allah SWT, alam dan manusia yang meliputi tingkah laku, akhlak, dan politik. Sementara objek tasawuf pada dasarnya mengenal Allah, baik dengan jalan ibadah maupun dengan jalan ilham dan intuisi.
  3. Adanya saling kritik antara kaum sufi dan kaum filosof islam, seperti kritik Al- Ghazali terhadap filsafat dan kritik Ibnu Rusyd terhadap tasawuf. Ia mengatakan bahwa metode penalaran intelektual dan ada dugaan bahwa ma’rifat kepada Allah akan hakikat-hakikat wujud lain adalah sesuatu yang dijatuhkan ke dalam jiwa manusia ketika yang bersangkutan bersih dari rintangan-rintangan hawa nafsu.

Jelas bahwa tasawuf Islam secara umum dapat dikelompokan ke dalam ruang lingkup filsafat hukum islam.   Adapun   perbedaan   diantara   keduanya   hanya   dari   sisi objek dan metodenya.

Hubungan Filsafat Islam dengan Ushul Fiqh

Ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah dan bahasa yang dijadikan acuan dalam menetapkan hukum syari’at mengenai perbuatan manusia berdasarkan dalil- dalil secara detail. Ringkasnya kata ushul fiqih adalah ilmu tentang dasar-dasar hukum dalam islam. Selain itu ilmu Ushul fiqih dalam menetapkan hukum syari’at juga menggunakan pemikiran filosofis, bahkan cenderung mengikuti ilmu logika dengan cara memberikan definisi-definisi terlebih dahulu.

Dalam memahami dan menafsirkan ayat- ayat Al-quran yang berkenaan dengan hukum diperlukan ijtihad. Ijtihad adalah salah satu usaha untuk mengeluarkan ketentuan hukum dengan mempergunakan akal fikiran. Karena pentingnya ijtihad ini dimasukkan menjadi sumber ketiga dari hukum Islam setelah Al-quran dan hadist sebagai landasan dasar berpegang pada ijtihad ialah hadits Nabi Muhammad Saw.

Disamping ijtihad dikenal juga dengan istilah Al-ra’y yang biasa diterjemahkan dengan akal atau pikiran. Dalam istilah hukum Al-ra’y adalah bersandar dan bergantung semata pada pendapat akal dalam menentukan hukum syari’at ketika nash hukumnya dalam Alquran dan hadits. Inilah dipakai sebagian ulama fiqih dalam menetapkan hukum. Disamping ijtihad dan Al-ra’y dikenal pula istilah qiyas atau analogi yang mengandung arti mengukur sesuatu dengan ukuran tertentu.

Sementara itu, dalam istilah ushul fiqih berarti menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan hukum sesuatu yang lain yang ada nash hukumnya atas dasar persamaan ‘illat (sebab). Dalam menentukan persamaan ini diperlukan pemikiran seperti haramnya khamar minuman keras yang yang dibuat dari bahan anggur atas dasar ‘illat (sebab) memabukkan. Adapun minuman keras lain sekalipun dibuat dari bahan yang berbeda dari khamar karena memabukkan, atas dasar qiyas atau analogi maka hukumnya haram. Haramnya minuman keras selain khamar yang tidak ada nash hukumnya disamakan dengan haramnya khamar yang ada nash hukumnya dalam Alquran.

Berdasarkan argumentasi di atas itulah, maka ushul fiqih dimasukkan ke dalam ruang lingkup filsafat islam. Namun secara spesifik, antara kedua disiplin ilmu ini terdapat perbedaan-perbedaan. Ushul fiqih secara khusus adalah ilmu syariat yang berdiri atas dasar agama, sedangkan objeknya menetapkan dalil bagi hukum dan menetapkan hukum bagi dalil. Adapun ilmu ushul fiqh dalam menetapkan hukum syariat juga mengunakan pemikiran filosof. Bahkan ia cendrung menggunakan ilmu logika dengan cara memberikan definisi terlebih dahulu.

Hubungan Filsafat Hukum Islam dengan Sains

Dari uraian terdahulu dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang erat antara filsafat Islam denagn ilmu kalam, tasawuf, dan ushul fiqih. Hubungan yang serupa terjadi pula antara filsafat Islam dan sains. Sebagaimana diketahui, filsafat merupakan satu ilmu yang mencakup seluruh lapangan ilmu pengetahuan, baik yang teoretismaupun praktis. Kenyataannya ini dapat disaksikan dalam temuan-temuan yang dihasilkan oleh filosof-filosof Islam sendiri, seperti Al-Kindi ahli ilmu pasti dan ahli falak yang tersohor, begitu pula ilmuwan lainnya, seperti Ali Al-Hasan ibnu Haitam (965- 1038M) menemukan ilmu pasti, Abu Musa Jabir ibnu Hayyan (700-777M) dalam bidang kimia, Abu Raihan ibnu Ahmad Al-Baruni (973-1051M) dalam bidang ilmu falak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap filosof adalah ilmuwan, karena filsafat berdiri atas dasar ilmu pasti dan ilmu alam. Akan tetapi tidak semua ilmuwan adalah filosof.

article by: Haikal M. Khabibullah, Amanatus Sukrilah, Ratna Sri Rahmawati, Rizki Darmawan


  1. Definisi Filsafat Hukum Islam
  2. Analisis Metodis Hukum Islam
  3. Hubungan Filsafat Hukum Islam dan Ilmu Kalam
  4. Metode Pengembangan Filsafat Islam
    • Metode Bayani
    • Metode Irfani
    • Metode Burhani
  5. Peran Ijtihad dalam Hukum Islam
  6. Maqashid Syariah: Lima Tujuan Utama
    • Memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta
  7. Sejarah Masuknya Filsafat Yunani ke Dunia Islam
  8. Kritik Al-Ghazali terhadap Filsafat
  9. Fatwa sebagai Produk Ijtihad Modern
  10. Pengaruh Tasawuf terhadap Hukum Islam

Berikut adalah paragraf dengan kata kunci yang disisipkan menggunakan tanda pagar (#) di awal setiap kalimat:

#Definisi Filsafat Hukum Islam #AnalisisMetodisHukumIslam #HubunganFilsafatHukumIslamdanIlmuKalam #MetodePengembanganFilsafatIslam #PeranIjtihaddalamHukumIslam #MaqashidSyariah #SejarahMasuknyaFilsafatYunaniKeDuniaIslam #KritikAlGhazaliTerhadapFilsafat #FatwaSebagaiProdukIjtihadModern #PengaruhTasawufTerhadapHukumIslam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *