Istilah dan Pengertian Hukum Waris
Pada dasarnya istilah waris belum ada kesatuan arti, baik yang ditemui dalam kamus hukum maupun sumber lainnya.
Istilah waris ada yang mengartikan dengan “harta peninggalan, pusaka atau hutang piutang yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia seluruh atau sebagian menjadi hak para ahli waris atau orang yang ditetapkan dalam surat wasiat”. Selain itu, ada yang mengartikan waris “yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal”. Terdapat perbedaan, disatu pihak mengartikan istilah waris dengan harta peninggalan dan dipihak lain mengartikan dengan orang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut.
Istilah waris berasal dari bahasa Arab yang diambil alih menjadi bahasa Indonesia, yaitu berasal dari kata “warisa” artinya mempusakai harta, “waris artinya ahli waris, waris”. Waris menunjukkan orang yang menerima atau mempusakai harta dari orang yang telah meninggal dunia.
Pengertian hukum waris menurut beberapa pakar hukum, yaitu:
- Menurut R. Santoso Pudjosubroto adalah hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
- Menurut Ter Haar, hukum waris adalah aturan-aturan hukum mengenai cara bagaimana dari abad ke abad generusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dan dari generasi ke generasi.
- Menurut Soepomo, hukum waris adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta menoperkan barang-barang yang tidak berwujud benda (immaterielle goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya.
Berdasarkan pengertian hukum waris yang uraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Hukum Waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemidahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.
Menurut undang-undang, terdapat dua pihak yang mendapatkan warisan, yaitu:
- Sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang
- Karena ditunjuk dalam surat wasiat
Dalam hukum waris berlaku juga suatu azas, bahwa apabila seorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya. Menurut Pasal 834 KUHPerdata, seorang ahli waris berhak untuk menuntut supaya segala yang termasuk harta peninggalan si meninggal diserahkan padanya berdasarkan haknya sebagai ahli waris. Hak penuntutan ini menyerupai hak penuntutan seorang pemilik suatu benda, dan menurut maksudnya penuntutan itu harus ditujukan pada yang menguasai satu benda warisan dengan maksud untuk memilikinya.
Pada azasnya tiap orang, meskipun seorang yang baru lahir, adalah cakap untuk mewarisi. Hanya oleh undang-undang telah ditetapkan ada orang-orang yang karena perbuatannya, tidak patut (onwaardig) menerima warisan (Pasal 838 KUH Perdata). Mereka itu, di antaranya ialah seorang waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh si meninggal. Seorang waris yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat atau dengan memakai kekerasan atau ancaman telah menghalang-halangi si meninggal untuk membuat surat wasiat menurut kehendaknya.
Unsur-Unsur Pewarisan
yaitu pewarisan baru terjadi jika ada:
- Pewaris adalah seseorang yang meninggal-dunia dan meninggalkan harta warisan.
- Harta warisan ialah kekayaan (vermogen), kumpulan aktiva dan passiva yang ditinggalkan pewaris.
- Ahli waris ialah mereka yang untuk seluruhnya atau untuk sebagian secara berimbang, berhak menerima harta warisan dari pewaris yang disebut “penerima hak berdasar atas hak umum”.
Cara Memperoleh Warisan
Di dalam KUH Perdata, ada 2 (dua) cara memperoleh warisan, yaitu:
- Secara ab intestato (bij versterf) atau menurut undang-undang (KUH Perdata) yang menetapkan siapa berhak mewaris tanpa membedakan siapa yang lahir lebih dahulu dan jenis kelaminnya pria/wanita, bahkan anak-anak luar kawin yang diakui (natuurlijke erkende kinderen) merupakan ahli waris.
- Secara testamentair atau ditunjuk dalam Surat Wasiat (testament).
Hak Mewaris
Hak mewaris merupakan hak yang dimiliki seseorang karena hubungan darah dan perkawinan apabila terjadi kematian (terbukanya warisan). Prinsip pewarisan itu terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
- Harta waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadi suatu kematian
- Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau istri pewaris.
Dalam prinsip kedua, antara pewaris dan ahli waris harus memiliki “hubungan darah” kecuali suami/istri pewaris dalam hal mereka masih terikat dalam perkawinan saat pewaris meninggal dunia. Jadi hak mewarisi ada pada ahli waris (mewarisi) yang mewakili hubungan darah dengan pewaris, baik itu keturunan langsung maupun keturunan tidak langsung.
Pihak Yang Berhak Menerima Suatu Warisan
Siapa orang-orang yang berhak mewarisi harta peninggalan seseorang? Untuk menetapkan ahli waris dari seseorang yang meninggal, dibagi dalam berbagai golongan, yaitu:
1. Golongan Pertama,
yaitu: suami/istri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUH Perdata). Jika orang-orang dari golongan pertama masih hidup, maka merekalah yang berhak mewarisi semua harta peninggalan, sedangkan anggota keluarga lain-lainnya tidak mendapat bagian apapun. Dalam golongan pertama, dimasukkan anak-anak beserta turunan-turunan dalam garis lencang ke bawah, dengan tidak membedakan laki- laki atau perempuan dan dengan tidak membedakan urutan kelahiran. Jika tidak terdapat anggota keluarga dari golongan orang-orang pertama, maka golongan kedua yang tampil sebagai ahliwaris.
2. Golongan Kedua,
yaitu: orang tua dan saudara kandung pewaris. Dalam golongan kedua dimasukkan orang tua dan saudara – saudara dari si meninggal. Pada asasnya orang tua itu dipersamakan dengan saudara, tetapi bagi orang tua diadakan peraturan-peraturan yang menjamin bahwa ia pasti mendapat bagian yang tidak kurang dari seperempat harta peninggalan. Jika tidak terdapat sama sekali anggota keluarga dan golongan kedua, harta peninggalan itu dipecah menjadi dua, Satu untuk para anggota keluarga pihak ayah dan satu bagian untuk para anggota keluarga pihak ibu.
3. Golongan Ketiga,
yaitu: keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris dan keturunannya (Pasal 853 KUH Perdata).
4. Golongan Keempat,
yaitu: paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, yaitu: keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris,
Pihak Yang Tidak Layak Menerima Suatu Warisan
Mereka yang tidak layak menerima suatu warisan, yaitu :
- mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh pewaris,
- mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam hukuman penjara sekurangnya 5 tahun,
- mereka yang dengan kekerasan telah mencegah pewaris membuat atau mencabut surat wasiatnya,
- mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pewaris (Pasal 838 KUHPerdata).
Menolak dan Menerima Warisan
Seseorang dapat menerima maupun menolak warisan yang jatuh kepadanya, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1045 KUH Perdata, bahwa tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya.
Tiga Sikap Ahli Waris Dalam Menerima Warisan
- Menerima secara penuh bagian warisannya dengan menyatakannya secara tegas dalam sebuah akta, atau dengan mengambil, menjual bagian warisannya atau membayar utang – utang pewaris.
- Menerima dengan syarat bahwa ia tidak akan diwajibkan membayar utang-utang pewaris melebihi dari bagian harta warisan yang diterima (beneficiare aanvaarding) yang dilakukan dengan membuat pernyataan pada Panitera Pengadilan Negeri tempat terbukanya warisan dan wajib dalam waktu empat bulan sejak ia menyatakan sikapnya.
Dimana sikap ini tidak boleh digantungkan pada suatu ketetapan waktu dengan bersyarat, atau dilakukan hanya untuk sebagian harta warisan yang menjadi bagiannya dan jika ia meninggal sebelum menentukan sikap, hak menentukan sikap beralih kepada ahli warisnya.
Sikap-sikap tersebut adalah:- mencatat segala harta warisan yang diterima,
- mengurus harta warisan dengan sebaik-baiknya,
- memanggil melalui surat kabar semua pihak yang berpiutang dan belum dikenalnya,
- membereskan segala urusan yang berkaitan dengan warisan,
- atas permintaan pihak-pihak yang berpiutang, menyerahkan nilai harga harta warisan yang tidak diserahkan kepada pemegang hipotik atas harta warisan,
- memberikan pertanggungan jawaban kepada para pihak yang berpiutang secara sah.
- Menolak harta warisan, maka ahli waris tidak berhak dan tidak berkewajiban untuk membayar hutang pewaris. Apabila semua golongan ahli waris menolak maka warisan jatuh pada negara. Pernyataan menolak harus dengan akte notaris. Ahli waris yang menolak warisan, berarti ia melepaskan pertanggung jawabannya sebagai ahli waris dan menyatakan tidak menerima pembagian harta peninggalan.
Dalam menolak warisan yang jatuh kepadanya, orang tersebut harus menolaknya secara tegas, dengan suatu pernyataan yang dibuat di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka (Pasal 1057 KUH Perdata). Penolakan warisan tersebut tidak harus diberikan secara tertulis, tetapi oleh pengadilan pernyataan tersebut dicatat dalam register yang bersangkutan.
Penolakan warisan ini tidak ada daluarsanya (Pasal 1062 KUH Perdata), akan tetapi, dengan adanya daluarsa menerima warisan yang lewat dengan lampaunya 30 (tiga puluh) tahun, maka secara otomatis, setelah 30 (tiga puluh) tahun berlalu, orang tersebut sama kedudukannya dengan orang yang menolak warisan. Dengan kata lain, setelah 30 (tiga puluh) tahun, orang tidak perlu lagi melakukan penolakan warisan apabila tidak mau menjadi ahi waris.
Penolakan warisan tidak dapat dilakukan hanya untuk sebagian harta warisan, ini karena penolakan warisan tersebut mengakibatkan orang tersebut dianggap tidak pernah menjadi ahli waris (Pasal 1058 KUH Perdata). Dengan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris, maka orang tersebut tidak berhak atas harta warisan.
Wasiat dan Executeur Testamentair
Wasiat adalah akta yang berisi kehendak terakhir (uiterste will) seseorang tentang apa yang ia inginkan terjadi pada harta kekayaannya setelah ia meninggal dan olehnya dapat dicabut kembali (Pasal 874 KUH Perdata). Surat wasiat merupakan keinginan terakhir dari pewaris mengenai harta pewaris, yang mana kehendak terakhir itu dapat berupa pengangkatan ahli waris, hibah wasiat, pengangkatan executeur testamenter, dan terkadang ada juga memasukan pengakuan anak di dalam wasiat.
Meskipun wasiat merupakan kehendak terakhir pewaris, tidak berarti harus selalu dilaksanakan jika isinya bertentangan dengan undang – undang atau meniadakan/menghapuskan, mengurangi Legitieme Portie. Jika wasiat yang dibuat oleh pewaris mengandung unsur penghilangan hak legitimaris maka, legitimaris berhak menuntut legitimportie dari haknya.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan unsur-unsur testament, yaitu:
Unsur-Unsur Testament
- Testament harus berbentuk tertulis (akta), karena testament mempunyai akibat yang luas dan baru berlaku sesudah pewaris mati, maka testament terikat kepada syarat-syarat yang ketat
- Berisi pernyataan kehendak (merupakan suatu tindakan hukum sepihak), yaitu tindakan-tindakan atau pernyataan-pernyataan dimana tindakan atau pernyataan kehendak satu orang saja sudah cukup untuk timbulnya akibat hukum yang dikehendaki. Jadi, testament bukan merupakan suatu perjanjian, karena suatu perjanjian mensyaratkan adanya “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya” (paling sedikit ada 2 kehendak saling bertemu). Terstamen menimbulkan suatu perikatan, sepanjang tidak secara khusus ditentukan lain.
- Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dunia (pewaris) berarti bahwa testamen baru berlaku dan mempunyai efek kalau si pembuat testamen telah meninggal dunia.
- Syarat “dapat dicabut kembali”, dipakai untuk menetapkan apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk surat wasiat atau cukup dalam bentuk lain.
Macam-Macam Surat Wasiat (Testament)
Macam-macam surat wasiat (Testament), yaitu:
- Wasiat Terbuka (Openbaare Testament) adalah wasiat berbentuk akta notaris yang isinya dibuat sesuai dengan kehendak pembuat surat wasiat dengan dihadiri oleh dua orang saksi untuk dibacakan saat pembuat surat wasiat meninggal dunia.
- Wasiat tulisan tangan (Olografis Testament) adalah wasiat yang ditulis tangan oleh pembuat surat wasiat dengan dihadiri oleh dua orang saksi, kemudian diserahkan sendiri kepada seorang notaris untuk disimpan dan nantinya diserahkan kepada Kantor Balai Harta Peninggalan (BHP) untuk dibacakan saat pembuat surat wasiat meninggal dunia.
- Wasiat Rahasia (Geheimde Testament) adalah wasiat yang dibuat sendiri oleh pembuat Surat Wasiat di hadapan 4 (empat) orang saksi, kemudian dimasukkan dalam sampul tertutup yang disegel serta diserahkan kepada seorang notaris untuk disimpan dan dibacakan saat pembuat surat wasiat meninggal dunia.
Suatu testament dapat berisikan suatu legaat, yaitu suatu pemberian kepada seorang. Adapun yang dapat diberikan dalam suatu legaat dapat berupa:
- Satu atau beberapa benda tertentu;
- Seluruh benda dari satu macam atau jenis, misalnya seluruh benda yang bergerak;
- Hak vruchtgebruik atas sebagian atau seluruh warisan;
- Sesuatu hak lain terhadap boedel, misalnya hak untuk
Orang yang menerima suatu legaat disebut dengan legataris tetapi ia bukan ahliwaris. Oleh karenanya, ia tidak menggantikan si meninggal dalam hak-hak dan kewajiban – kewajibannya (tidak diwajibkan membayar hutang-hutangnya). Biasanya dalam suatu testament terdapat beberapa orang menjadi waris, disebutkan untuk berapa bagian masing-masing. Isi suatu testament, tidak usah terbatas pada hal-hal yang mengenai harta benda saja. Dalam suatu testamen dapat juga dengan sah dilakukan, penunjukan seorang wali untuk anak-anak si meninggal, pengakuan seorang anak yang lahir di luar perkawinan, atau pengangkatan seorang executeur testamentair, yaitu seorang yang dikuasakan mengawasi dan mengatur pelaksanaan testament.
Executeur-Testamentair dan Bewindvoerder
Executeur testamentair atau pelaksana wasiat adalah orang yang ditunjuk oleh pewaris, yang ditugaskan sungguh-sungguh melaksanakan kehendak si meninggal. Penunjukan dapat diizinkan di dalam surat wasiat sendiri. Di dalam penunjukan executeur testamentair dapat diberikan kekuasaan untuk menarik semua atau sebagian benda-benda yang termasuk warisan dalam kekuasaannya, tetapi ia tidak boleh menguasai benda-benda itu lebih dari satu tahun lamanya.
Bewind merupakan yang ditunjuk untuk menjaga jangan sampai kekayaan itu dalam waktu yang singkat dihabiskan oleh ahli waris atau legataris tadi. Hal ini dirasakan sebagai suatu beban yang diletakkan atas warisan atau legaat tersebut. Oleh undangundang ditetapkan, bahwa mengadakan bewind itu tidak boleh sampai melanggar larangan perihal fideicommis. Lagi pula tidak boleh mengurangi hak seorang legitimaris, sebab legitimaris ini berhak untuk menerima bagiannya yang termasuk legitieme portie bebas dari segala beban macam apapun juga.
Fidei Commis dan Legitieme Portie
Perkataan fidei commis berasal dari fides yang berarti kepercayaan. Warisan itu seolah-olah dipercayakan pada waris yang pertama ditunjuk. Pada umumnya suatu fidei commis dilarang oleh undang- undang, karena ada benda-benda yang tak bergerak, yang waktu lama dan tidak tertentu akan tersingkir.
Dua Macam Fidei Commis
Ada 2 (dua) macam fidei commis yang diperbolehkan undang – undang, yaitu:
- untuk memenuhi keinginan seseorang yang hendak mencegah kekayaannya dihabiskan oleh anak – anaknya. Orang diperbolehkan membuat penetapan agar anaknya tidak boleh menjual benda-benda warisan dan supaya benda-benda itu kemudian diwariskan lagi kepada anak-anak si waris sendiri.
- yang lazim dinamakan fideicommis de residuo, di mana hanya ditetapkan, bahwa seorang waris harus mewariskan lagi di kemudian hari apa yang masih ketinggalan dari warisan yang diperolehnya itu. Jadi hanya sisanya saja kepada seorang lain sudah ditetapkan.
Fidei commis adalah suatu ketetapan wasiat, di mana orang yang diangkat sebagai ahli waris atau yang menerima hibah wasiat diwajibkan untuk menyimpan barang-barang warisan atau hibahnya, untuk kemudian menyerahkannya baik seluruh maupun sebagian kepada orang lain (berkewajiban untuk menyimpan yang mereka terima, dan sesudah suatu jangka waktu tertentu atau pada waktu matinya si penerima, menyampaikannya/menyerahkannya kepada orang ketiga.
Tiga Pihak Di Dalam Fidei Commis
Ada 3 (tiga) pihak di dalam fidei commis, yaitu:
- Pewaris /insteller
- Orang yang pertama-tama ditunjuk sebagai ahli waris/legetaris, sengan tugas/kewajiban menyimpan barang tersebut dan menyampaikannya kepada pihak ketiga (bezwaarde/pemikul beban)
- Orang yang akan menerima harta dari pewaris melalui bezwaarde disebut verwachter (penunggu)
Fidei commis oleh undang-undang diperbolehkan asal, yaitu:
- Yang menjadi bezwaarde adalah seorang anak atau lebih
- Verwachter adalah sekalian anak/keturunan
- Yang diberikan adalah bagian bebas daripada warisan.
Legietimate Portie
Legitiematie portie adalah suatu bagian mutlak tertentu dari harta warisan terutama bagi anak sah maupun anak luar kawin yang disahkan, yang dijamin hukum tidak dapat dihapuskan oleh siapapun termasuk pewaris dengan surat wasiat. Hak legitieme portie baru timbul jika ada ahli waris ab intestato tampil menuntut pembatalan suatu surat wasiat dan/atau menuntut supaya diadakan pengurangan terhadap pembagian warisan jika ia merasa dirugikan karena dikurangi legitieme portie.
Syarat-Syarat Legitimaris
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang tersebut memperoleh kedudukan sebagai legitimaris, adalah:
- Orang tersebut adalah keluarga sedarah dalam garis lurus.
- Orang tersebut adalah merupakan ahli waris menurut ketentuan undang-undang pda saat si peninggal warisan meninggal dunia.
Legitieme portie ini harus dihitung, apabila salah satu atau beberapa ahli waris menuntut haknya, atau salah satu/beberapa orang ahli waris/legitimaris masih ada di bawah umur (minderjarig). Legitieme portie masing-masing legitimaris:
- Legitieme portie untuk anak keturunan yang sah adalah sebagai berikut:
- 1 (satu) orang anak legitieme portie nya adalah 1/2 dari bagian menurut undangundang.
- 2 (dua) orang anak legitieme portie adalah 2/3 dari bagian menurut undang-undang.
- 3 (tiga) orang anak legitieme portie adalah 3/4 dari bagian menurut undang-undang.
- Legitieme portie untuk keluarga sedarah dalam garis lurus keatas adalah 1/2 dari bagian menurut undang-undang.
- Legitieme portie untuk anak luar kawin adalah 1/2 dari bagian menurut undang-undang
Jadi dengan adanya ketentuan tentang bagian mutlak atau legietieme portie ini dapat disimpulkan bahwa, seseorang boleh saja mewariskan atau menghibahkan hartanya kepada orang lain namun tidak boleh mengurangi bagian mutlak dari ahli waris, jika terjadi pelanggaran terhadap hal ini maka dilakukan pemotongan atau sering disebut dengan istilah “incorting” dengan urutan-urutan sebagai berikut:
- Yang harus dikurangi terlebih dahulu adalah wasiat.
- Jika wasiat belum mencukupi maka diambilkan dari hibah.
- Pengurangan terhadap beberapa wasiat harus dilakukan dengan perbandingan.
Cara Menghitung Legitieme Portie
Ada 4 cara menghitung legitieme portie, yaitu:
- Harta peninggalan sewaktu peninggal warisan meninggal dunia, dihitung dan diinventarisir untuk mengetahui berapa nilai harganya.
- Nilai harga dari barang-barang yang mungkin ketika si peninggal warisan masih hidup diberikan ditambahkan dengan yang di atas.
- Jumlah di atas dikurangi dengan utang-utang yang pernah dibuat oleh si peninggal warisan.
- Sisa dari pengurangan tersebut menjadi dasar perhitungan legitieme portie.
Legitieme portie dan penggantian tempat dapat digantikan oleh ahli warisnya/keturunannya. Hal ini adalah sesuai dengan Pasal 914 KUH Perdata bahwa, jika ada anak yang telah meninggal terlebih dahulu, kedudukan anak yang telah meninggal lebih dahulu dapat digantikan oleh keturunannya.
Pembagian Warisan
Pembagian warisan menurut Hukum Waris Perdata dapat dilaksanakan ketika terbukanya warisan, ditandai dengan meninggalnya pewaris. Dalam Hukum Waris Perdata untuk mewarisi harus adanya orang yang meninggal yang disebut dengan pewaris. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 830 KUH Perdata, yaitu “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. “Peristiwa kematian menurut hukum mengakibatkan terbukanya warisan dan sebagai konsekuensinya seluruh kekayaan (baik berupa aktiva maupun pasiva) yang tadinya dimiliki oleh seorang peninggal harta beralih dengan sendirinya kepada segenap ahli warisnya secara bersama-sama”.
Kapan waktu pelaksanaan pembagian warisan tidak ada ketentuan tersendiri dari peraturan waris perdata. Namun, ada ketentuan mengenai tidak dibenarkan harta warisan atau harta peninggalan dibiarkan dalam keadaan tidak terbagi yang mana dituangkan dalam Pasal 1066 KUH Perdata. Pembagian harta warisan atau harta peninggalan diawali dengan penentuan siapa saja yang berhak untuk mendapatkan bagian – bagian tersebut, menentukan besar bagian yang didapat oleh yang berhak tersebut serta langkah selanjutnya penyelesaian pembagian harta warisan yang dilaksanakan dengan kesepakatan para pihak yang berhak dalam pembagian harta warisan tersebut.
Pihak yang berhak dalam pembagian harta warisan atau harta peninggalan adalah ahli waris, ahli waris merupakan “orang-orang yang berhak menerima harta warisan (harta pusaka)”. Ahli waris dalam waris perdata ada dua pembagian, yaitu:
- Ahli waris karena undang-undang (ab intenstato), merupakan keluarga yang sedarah, baik sistem kekeluargaan ke atas maupun ke bawah. “Prinsip yang dipegang oleh undang-undang ialah bahwa dalam pewarisan menurut undang-undang, keluarga sedarah yang terdekat selalu mengenyampingkan atau menindih keluarga yang lebih jauh sehingga keluarga yang lebih jauh itu tidak ikut mewaris”.
- Ahli waris karena wasiat (testamentair). Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah.
Ada perbedaan penting antara ahli waris ab intestate dengan ahli waris yang diangkat dengan suatu testament, yaitu:
- Pewarisan testamentair tidak mengenal penggantian tempat. Akibatnya kalau seorang yang sedianya mendapat warisan berdasarkan wasiat, meninggal lebih dahulu dari pewaris, maka wasiat tersebut sepanjang mengenai bagian dari orang yang meninggal lebih dahulu dari pewaris tidak dapat dilaksanakan (gugur).
- Ahli waris testamentair tidak menikmati inbreng
- Wasiat dapat juga berisi pemberian suatu benda tertentu (hibah wasiat/legaat).
- Testament pada umumnya berisi suatu ketetapan mengenai harta (harta peninggalan)
- Testament dapat menyangkut hal-hal yang tidak atau tidak secara langsung berhubungan dengan harta penginggalan, yaitu: pengankatan waris, suatu perintah, pencabutan testament, menawarkan sesuatu barang, memberikan suatu hak kebendaan tertentu atau membebaskan suatu barang, menyingkirkan seorang/beberapa orang ahli waris dan mengangkat seorang walin, mengangkat seorang testamentair executoir (pelaksana wasiat) atau mengakui seorang anak.
Warisan yang Tidak Terurus
Istilah harta tak terurus memberikan pengertian “jika suatu warisan terbuka, tiada seorangpun menuntutnya ataupun semua ahli waris yang terkenal menolaknya, maka dianggaplah warisan itu sebagai tak terurus”. Bila batasan pengertian harta peninggalan tak terurus tersebut di atas dianalisa dengan cermat, dapat diketahui beberapa unsur yang membentuk pengertian harta tak terurus, yaitu:
Unsur-Unsur Harta Tak Terurus
- Adanya orang yang meninggal dunia;
- Adanya harta yang ditinggalkan oleh almarhum;
- Tidak ada ahli waris, atau jika ada, para ahli waris menolak warisan tersebut;
- Tidak terdapat bukti otentik yang berisikan pengurusan harta peninggalan itu.
Pada dasarnya proses pengurusan harta peninggalan tak terurus tidak jauh berbeda dengan proses pengurusan harta orang yang dinyatakan tidak hadir. Jika pengurusan harta orang yang dinyatakan tidak hadir berawal dari Penetapan Pengadilan Negeri tentang ketidakhadiran orang tersebut, maka pengurusan harta peninggalan tak terurus bertolak dari proses pemeriksaan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia yang akta kematiannya diperoleh dari Kantor Catatan Sipil. Apabila dalam pemeriksaan terdapat unsur seperti tersebut di atas, maka demi hukum Balai Harta Peninggalan (BHP) berkewajiban untuk mengurus harta tersebut antara lain dengan melakukan pendaftaran Harta Kekayaan (budel), bila dirasakan perlu BHP dapat melakukan penyegelan atas harta tersebut.
Syarat-syarat pendukung dalam pengurusan warisan yang tidak terurus, yaitu:
- Identitas pemohon,
- Surat/Akta Kematian Pemilik,
- Surat-Surat Lain yang berkenaan dengan tanah & Bangunan.
Pada waktu mengambil pengurusan warisan itu BHP harus memberitahukannya kepada Kejaksaan Negeri setempat. Dalam hal ada perselisihan, apakah suatu warisan dapat dianggap sebagai tak terurus atau tidak, hal itu akan diputuskan oleh hakim. BHP diwajibkan untuk membuat catatan tentang keadaan harta peninggalan tersebut. Jika perlu dapat didahului dengan penyegelan barang – barang, dan seterusnya membereskan warisan itu. Menagih piutang-piutang dan membayar hutang-hutang si meninggal. Tentang perbuatan-perbuatan itu, jikalau dikehendaki oleh yang berwajib, BHP harus memberikan pertanggunganjawab. BHP juga diwajibkan memanggil para ahliwaris yang mungkin ada dengan panggilan – panggilan umum yang diniat dalam surat-surat dan lain-lain cara yang dianggapnya layak.
Jika setelah lewat 3 (tiga) tahun terhitung mulai terbukanya warisan belum juga ada seorang waris yang tampil ke muka atau melaporkan diri, maka BHP akan melakukan pertanggungjawab tentang pengurusan harta peninggalan itu kepada negara, yang akan berhak untuk mengambil atas barang warisan dan kemudian harta peninggalan itu akan menjadi milik negara.
Leave a Reply