HUKUM PERIKATAN

Apa Yang Dimaksud Hukum Perikatan?

Pengertian Perikatan merupakan terjemahan dan kata “verbitenis”. Selain diterjemahkan dengan istilah perikatan, verbintenis diterjemahkan dengan istilah perutangan. Pengertian perikatan adalah hubungan hukum di dalam hukum harta kekayaan antara dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi. Berdasarkan pengertian tersebut unsur-unsur dan perikatan adalah:

  1. hubungan hukum
  2. adanya 2 pihak
    • kreditur yaitu pihak yang berhak atas suatu prestasi
    • debitur yaitu pihak yang wajib berprestasi
  3. adanya hak dan kewajiban.
  4. adanya prestasi, yang wujudnya menurut Pasal 1234 KUHPerdata:
    • memberikan sesuatu
    • berbuat sesuatu
    • tidak berbuat sesuatu

Syarat Suatu Prestasi

  • Harus tertentu atau dapat ditentukan
  • Objek diperkenankan/halal;
  • Dimungkinkan/dapat dilaksanakan

Sumber perikatan

  • Menurut Pasal 1233 KUHPerdata
    1. perjanjian
    2. undang-undang:
      • UU melulu
      • UU karena perbuatan manusia:
    3. perbuatan menurut hukum,
    4. perbuatan melawan hukum
  • Di luar KUHPerdata
    1. putusan pengadilan
    2. moral:
      • otonom (kesusilaan)
      • heteronom (sopan santun)
      • Perikatan yang bersumber dan perjanjian, UU dan putusan pengadilan adalah obligatio civilis, yaitu perikatan yang mempunyai akibat hukum.
      • Perikatan yang bersumber dan moral adalah obligatio naturalis, yaitu perikatan yang tidak mempunyai akibat hukum.

Macam-macam perikatan

Berdasarkan ketentuan yang ada dalam Ruku III KUH Perdata, maka perikatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

  1. Perikatan bersyarat (Pasal 1253 — 1267 KURPerdata) Suatu perikatan adalah bersyarat manakala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu akan terjadi
  2. Perikatan dengan ketetapan waktu (Pasal 1 268 — 1 27 1 KUHPerdata). Suatu ketetapan waktu (termijn) tidak menangguhkan lahimya perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaannya.
  3. Perikatan manasuka/alternatif (Pasal 1272 — 1277 KUHPerdata) Dalam perikatan manasuka, debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dan dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat mamaksa kreditur untuk menerima sebagian dan barang yang satu dan sebagian dan barang yang lainnya.
  4. Perikatan tanggung renteng/tanggung menanggung (Pasal 1278 — 1295 KUHPerdata).

Perikatan tanggung renteng terjadi antara beberapa orang kreditur, jika di dalam perjanjian secara tegaskepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang dan pembayaran yang dilakukan kepada salah satu kreditur membebaskan debitur.

Wanprestasi

Wanprestasi adalah tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur, baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Dalam ujudnya yang riil bentuk dan wanprestasi adalah:

  1. tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
  2. melaksanakan prestasi tetapi tidak tepat waktu
  3. memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai

Untuk menyatakan debitur wanprestasi, perlu adanya pernyataan lalai (ingebrekstelling), yaitu pernyataan dan kreditur agar debitur melaksanakan prestasi dalam waktu tertentu. Pemyataan/teguran seperti ini disebut sebagai somasi (somatie).

Overmacht/Force Majeur

Overmacht adalah tidak terpenuhinya prestasi karena suatu peristiwa yang tidak dapat diduga terlebih dahulu dan sifatnya di luar kemampuan manusia. Overmacht dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

  1. overmacht absolut (objektif), debitur benar-benar tidak dapat berprestasi.
  2. overmacht relatf (subjektif), debitur sesungguhnya dapat berprestasi tetapi dengan pengorbanan yangluar biasa.

Overmacht berkaitan dengan risiko, yang pada hakekatnya bukan merupakan kewajiban. Dalam hukum perikatan di Indonesia dianut asas umum yang menanggung risiko adalah:

  1. perjanjian sepihak : ditanggung kreditur
  2. perjanjian timbal balik : ditanggung kedua belah pihak

Hapusnya Perikatan

Pasal 1381 KUHPerdata menentukan ada 10 cara hapusnya perikatan. Dari 10 cara itu dapat dibedakan menjadi 3 kelompok:

  1. Hapusnya perikatan dirnana kreditur memperoleh prestasi tertentu, terjadi dalarn hal : pembayaran;
    penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan (konsinyasi); pembaharuan hutang (novasi); perjumpaan hutang (kompensasi); dan percampuran hutang.
  2. Hapusnya perikatan dimana kreditur dengan sukarela melepaskan prestasi yang seharusnya diterima, terjadi dalam hal pembebasan hutang.
  3. Hapusnya perikatan dimana kreditur dengan sukarela melepaskan prestasi yang seharusnya diterima, terjadi dalam hal : pembebasan hutang.

Berikut ini penjelasan secara singkat 10 cara hapusnya perikatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1381 KUH Perdata.

  1. Pembayaran (Pasal 1382 — 1403 KUHPerdata)
  2. Penawaran Pembayaran Tunai diikuti Penitipan
  3. Pembaharuan Hutang/Novasi
  4. Perjumpaan hutang / kompensasi
  5. Percampuran hutang
  6. Pembebasan hutang
  7. Musnahnya barang yang terhutang
  8. Pembatalan Perikatan
  9. Berlakunya suatu syarat batal
  10. Daluwarsa/lampau waktu

Perikatan Yang Lahir dari UU

A. Perikatan yang lahir dan UU saja

Pembedaan perikatan yang disebutkan dalam pasal 1352 KUHPerdata dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa berdasarkan UU dapat timbul perikatan sebagai akibat perbuatan-perbuatan manusia dan kenyataan-kenyataan atau keadaan-keadaan yang bukan merupakan perbuatan manusia. Yang terakhir inilah yang dimaksud dengan perikatan yang lahir dan UU saja, misalnya pada keahiran akan menimbulkan kewajiban alimentasi.

B. Perikatan yang lahir dari UU karena perbuatan manusia

Perikatan yang lahir dan UU karena perbuatan manusia dibedakan menjadi perbuatan menurut hukum (rechtmatigedaad) dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad). Perbuatan menurut hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Penyelengaraan Kepentingan/Zaakwarnetning

Pengertian penyelenggaraan kepentingan diatur dalam pasal 1354 KUHPerdata. Jika seseorang dengan sukarela tanpa mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, maka secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan dan menyelesaikan urusan tersebut hingga orang yang diwakili kepentingannya itu dapat mengerjakan sendiri urusan itu.

  1. Sukarela
    • kesadaran sendiri tanpa mengharap imbalan;
    • tidak mempunyai kepentingan apapun kecuali manfaat bagi yang berkepentingan sendiri;
    • bertindak semata-mata karena kesediaan menolong sesama.
  2. Tanpa perintah/kuasa
    • bertindak atas inisiatif sendiri;
    • tanpa ada pesan/perintah/kuasa dan yang berkepentingan.
  3. Mewakili orang lain
    • bertindak untuk kepentingan orang lain;
    • urusan yang diwakili dapat perbuatan hukum atau perbuatan biasa.
  4. Dengan/tanpa sepengetahuan orang tersebut
    • orang yang bersangkutan tidak tahu bila kepentingannya diurus orang lain;
    • kalau mengetahui tidak mencegah atau memberi kuasa.
  5. Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan tersebut.

2. Pembayaran Tanpa Hutang/Onverschuldigde Betaling

Pengertian pembayaran tanpa hutang terdapat dalam Pasal 1359 ayat (1) KUHPerdata. Tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu hutang; apa yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan, dapat dituntut kembali.

Hak menuntut kembali atas pembayaran yang dilakukan tersebut disebut Conditio Indebiti.

Bila penerima pembayaran tanpa hutang tersebut di lakukan dengan itikad buruk, maka ia harus mengembalikan penerimaan pembayaran tanpa hutang dengan bunga dan hasil-hasilnya terhitung dari hari pembayaran. Bahkan bila barang telah musnah di luar kesalahan penerima (Pasal.1362 KUHPerdata).

Bila penerimaan pembayaran dilakukan dengan itikad baik, kemudian ia menjual benda tersebut, maka ia harus mengembalikan harga benda tersebut. Namun bila ia memberikan pada orang lain secara cuma-cuma, maka ia bebas dari kewajiban mengambalikan (Pasal 1363 KUHPerdata).

Orang yang menerima pengembalian benda wajib mengganti segala pengeluaran yang perlu guna yang perlu guna keselamatan benda tersebut (Pasal 1364 KUHPerdata).

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. (Pasal 1365 KUHPerdata)

Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Istilah perbuatan melawan hukum biasa digunakan dalam hukum perdata untuk membedakan dengan istilah perbuatan melanggar hukum atau istilah perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang biasa dipakai dalam hukum pidana guna mengartikan istilah wederrechttelijkedaad.

Pengertian perbuatan melawan hukum dapat diketahui dari Pasal 1365 KUHPerdata. Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, unsur-unsur perbuatan melawan hukum adalah:

  1. Melawan hukum
    • Dalam arti sempit, melawan hukum adalah melanggar hak subjektif orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat sendiri, yang telah diatur dalarn UU. Dengan kata lain melawan hukum adalah melawan UU.
    • Dalam arti luas, melawan hukum adalah berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukurn orang yang berbuat tersebut atau bertentangan dengan kesusilaan/sikap berhati-hati sebagaimana sepatutnya dalam lalu lintas masyarakat, terhadap diri/barang orang lain.
  2. Menimbulkan kerugian
    • Ketentuan ganti rugi pada wanprestasi dapat diterapkan secara analogis.
    • Ganti rugi dapat berupa materiil dan immateriil.
  3. Kesalahan
    • Dalam hukum perdata seseorang dikatakan bersalah jika terhadapnya dapat disesalkan bahwa ia telah melakukan/tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan. Hal ini berkaitan dengan prakiraan dan responsibilitas.
  4. Hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian
    • Harus ada hubungan keterkaitan antara unsur-unsur kesalahan dengan timbulnya kerugian. Dengan kata lain kerugian timbul sebagai akibat dari adanya kesalahan.

Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian

Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst, yang berasal dan kata kerja overeenkornen yang berarti setuju atau sepakat. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah: “Suatu perianjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

Menurut Sudikno Mertokusumo, “Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. Maksudnya bahwa dua pihak tersebut sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang harus mereka laksanakan.

Asas-Asas Perjanjian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan asas adalah hukum dasar atau dasar dan sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir dan berpendapat atau cita-cita. Pada bagian lain disebutkan bahwa pengertian asas sama dengan pengertian Principle dalam bahasa Inggris, atau pengertian Leer dalam bahasa Belanda dimana keduanya mempunyai arti sebagai teori atau ajaran pokok. Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan asas hukum adalah suatu pikiran dasar yang bersifat umum yang melatarbelakangi pembentukan hukum positif.

A. Asas Konsensualisme

Asas ini berhubungan dengan saat lahimya perjanjian. Berdasarkan asas ini maka perjanjian itu lahir sejak adanya kata sepakat diantara para pihak

B. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak ini erat sekali kaitannya dengan isi, bentuk dan jenis dari perjanjian yang dibuat. Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas ini dapat disimpulkan dari kata “semua” yang mengandung 5 makna yaitu:

  1. Setiap orang bebas untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian;
  2. Setiap orang bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun;
  3. Setiap orang bebas menentukan bentuk perjanjian yang dibuatnya;
  4. Setiap orang bebas menentukan isi dan syarat-syarat perjanjian yang dibuatnya;
  5. Setiap orang bebas untuk mengadakan pilihan hukum ,maksudnya yaitu bebas untuk memilih pada hukum mana perjanjian yang dibuatnya akan tunduk.

C. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini berhubungan dengan akibat suatu perjanjian dan diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUHPerdata. Asas tersebut dapat disimpulkan dari kata “… berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dengan adanya asas pacta sunt servanda berarti para pihak harus mentaati perjanjian yang telah mereka buat seperti halnya mentaati undangundang, maksudnya apabila diantara para pihak ada yang melanggar perjanjian tersebut maka pihak tersebut dianggap melanggar undangundang, yang tentunya akan dikenai sanksi hukum.

D. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Asas ini menghendaki bahwa apa yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut harus dilaksanakan dengan memenuhi tuntutan keadilan dan tidak melanggar kepatutan.

E. Asas Kepribadian

Asas kepribadian ini dalam KUH Perdata diatur dalam pasal 1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.” Dengan demikian dapat dibenarkan bahwa dalam suatu perjanjian tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban terhadap pihak ketiga, juga tidak boleh mendatangkan keuntungan atau kerugian pada pihak ketiga kecuali telah ditentukan lain oleh undang-undang

Syarat Sahnya Perjanjian

Pasal 1320 KUH Perdata menentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu:

  1. Sepakat mereka yang rnengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
  3. Suatu hal tertentu;
  4. Suatu sebab yang halal

Dari keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena menyangkut orang-orang atau subyek yang mengadakan perjanjian. Syarat subyektif ini apabila tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar).

Syarat yang ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena menyangkut obyek yang menjadi isi perjanjian. Apabila syarat onyektif ini tidak dipenuhi didalam pembuatan suatu perjanjian maka perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya perjanjian tersebut tanpa dimintakan pembatalannya oleh hakim sudah batal dengan sendirinya atau dengan kata lain perjanjian tersebut dianggap tidak pernah terjadi.

Jenis-Jenis Perjanjian

Untuk dapat mengetahui jenis-jenis perjanjian maka dapat dilakukan dengan cara mengkategorisasikan semua perjanjian yang terdapat dalam KUH Perdata, sebab dalam KUH Perdata tidak diketemukan adanya ketentuan yang mengatur mengenai jenis-jenis perjanjian.

Ditinjau dari segi akibat hukum yang ditimbulkan dalam perjanjian maka perjanjian dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:

A. Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang hanya menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak. Dengan kata lain, perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan perikatan. Misalnya dalam perjanjian jual beli baru timbul hak dan kewajiban secara timbal balik antara penjual dan pembeli yaitu penjual berkewajiban untuk mcnyerahkan barang sekaligus memberikan hak kepadanya untuk menuntut pembayaran
harga dan disisi lain pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang sekaligus ia mempunyai hak untuk menuntut penyerahan barang yang telah dibelinya.

B. Perjanjian Leberatoir

Perjanjian leberatoir merupakan perjanjian yang isinya bertujuan untuk membebaskan para pihak dan suatu kewajiban hukum tertentu. Perjanjian mi maksudnya adalah untuk menghapuskan perikatan yang ada diantara para pihak tersebut.

C. Perjanjian Kekeluargaan

Perjanjian kekeluargaan merupakan perjanjian yang terdapat dalam lapangan hukum keluarga, misalnya perkawinan. Perkawinan termasuk perjanjian karena berdasarkan kata sepakat antara para pihak yang diadakan secara bebas tanpa paksaan dan menimbulkan hak serta kewajiban. Namun perjanjian tersebut hanya mempunyai akibat hukum dalam hukum keluarga saja dan akibat hukum tersebut ada diluar hukum kekayaan, kecuali yang ada dalam lapangan hukum harta perkawinan.

D. Perjanjian Pembuktian

Perjanjian pembuktian dalam hal ini para pihak bebas dan berwenang untuk mengadakan perjanjian mengenai alat- alat bukti yang akan berlaku diantara mereka. Para pihak juga menentukan sendiri kekuatan pembuktian
suatu alat bukti. Perjanjian yang demikian ini sering disebut sebagai perjanjian pembuktian dan termasuk dalam perjanjian dilapangan hukum acara.

E. Perjanjian Kebendaan

Perjanjian kebendaan merupakan perjanjian yang bertujuan untuk mengalihkan atau menimbulkan, mengubah atau rnenghapuskan hak-hak kebendaan

Hapusnya Perjanjian.

Hapusnya perjanjian harus dibedakan dengan hapusnya perikatan karena suatu perikatan dapat hapus sedangkan perjanjiannya yang merupakan sumbemya masih tetap ada. Misalnya diam perjanjian jual beli; dengan dibayarnya harga maka perikatan mengenai pembayaran menjadi hapus sedangkan perjanjiannya belum karena perikatan mengenai penyerahan barang belum terlaksana. Jika semua perikatan yang ditimbulkan dan perjanjian itu hapus seluruhnya, maka perjanjian tersebut juga berakhir dalam hal mi hapusnya perjanjian tersebut akibat dan hapusnya perikatan-penikatannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *