hukum keluarga

HUKUM KELUARGA

hukum keluarga

Pengertian Hukum Keluarga

Menurut UU No. 52 Tahun 2009, Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Sedangkan pengertian dari Hukum Keluarga yaitu Hukum Keluarga adalah salah satu cabang hukum yang mengatur hubungan antar anggota keluarga, termasuk pernikahan, perceraian, hak asuh anak, dan warisan yang bertujuan untuk menciptakan keharmonisan dalam keluarga.

Maka dari itu, tujuan utama dari Hukum keluarga adalah melindungi hak-hak dan kepentingan anggota keluarga, serta memastikan keadilan dalam penyelesaian sengketa keluarga.

Jenis-Jenis Bentuk Keluarga

Keluarga Sedarah

Keluarga sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orangorang di mana yang seorang adalah keturunan dan yang lain atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama (Pasal 290 KUHPerdata). Garis lurus dalam keturunan terbagi 2 (dua), yaitu:

  1. Garis lurus ke bawah adalah hubungan antara nenek moyang dengan sekalian keturunannya.
  2. Garis lurus ke atas adalah hubungan antara seseorang dengan sekalian mereka yang menurunkannya (Pasal292 KUH Perdata).

Pertalian anak dengan bapak adalah garis lurus derajat kesatu. Pertalian bapak dengan cucumya adalah garis lurus derajat kedua. Pertalian antara bapak dan kakek terhadap anak dan cucunya adalah garis lurus derajat kesatu dan derajat kedua (Pasal 293 KUH Perdata).

Contoh hubungan sedarah, yaitu:

  1. Sedarah lurus, yaitu: Ayah, ibu, anak kandung
  2. Sedarah ke samping, yaitu : Saudara kandung

Keluarga Semenda

Kekeluargaan Semenda adalah pertalian keluarga yang diakibatkan karena perkawinan. Hubungan antara seseorang di antara suami istri dengan keluarga sedarah dari yang lain. Tiada keluarga semenda antara para keluarga sedarah suami dengan keluarga si istri dan sebaliknya. Perderajatan keluarga semenda dihitung dengan cara yang sama dengan derajat keluarga sedarah (Pasal 295 dan Pasal 296 KUH Perdata).

Contoh hubungan keluarga semenda, yaitu :

  1. Semenda lurus, yaitu: Mertua, anak tiri
  2. Semenda ke samping, yaitu: Saudara Ipar

Kekuasaan Orang Tua (ouderlijke macht)

Kekuasaan orang tua adalah kewajiban orang tua untuk memberi pendidikan dan penghidupan kepada
anaknya yang belum dewasa dan sebaliknya anak-anak dalam umur berapapun juga wajib menghormati kepada bapak dan ibunya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, kekuasaan orang tua adalah :

  1. Kekuasaan orang tua ada pada kedua orang tua.
  2. Kekuasaan orang tua ada selama perkawinan berlangsung.
  3. Kekuasaan orng tua ada pada orang tua selama tidak dibebaskan atau dicabut/ dipecat dari mereka.

Kekuasaan orang tua di dalam KUH Perdata, terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu

  1. Kekuasaan orang tua terhadap diri anak.
  2. Kekuasaan orang tua terhadap harta benda anak. Seorang anak yang sah sampai pada waktu ia mencapai usia dewasa atau kawin, berada di bawah kekuasaan orang tuanya (ouderlijhe macht) oleh kedua orang tua bersama

Seseorang yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian berhak menikmati segala hasil harta
kekayaan anak-anaknya yang belum dewasa. Apabila orang tua tersebut dihentikan dari kekuasaan orang tua atau perwalian maka penikmatan itu beralih kepada orang yang menggantikannya (Pasal 311 KUH Perdata). Hak penikmatan tersebut adalah meliputi seluruh harta benda si anak, kecuali (Pasal 313 KUH Perdata) yaitu:

  1. barang-barang yang diperoleh sianak dari hasil kerja dan usahanya sendiri.
  2. barang-barang yang dihasilkan atau diwariskan dengan ketentuan bahwa si bapak tidak dapat menikmati hasilnya.

Hak penikmatan berakhir apabila:

  1. Matinya sianak (Pasal 314 KUH Perdata)
  2. Anak menjadi dewasa
  3. Pencabutan kekuasaan orang tua.

Kekuasaan orang tua akan berakhirnya, apabila:

  1. Pencabutan/pemecatan (on tzet) atau pembebasan (on heven) kekuasaan orang tua.
  2. Anak menjadi dewasa (meerderjaring).
  3. Perkawinan bubar.
  4. Matinya si anak.

Pencabutan atau pemecatan kekuasaan orang tua berdasarkan alasan tidak cakap (ongeschikt) atau tidak mampu (oumachlig) untuk melakukan kewajiban memelihara dan mendidik anaknya. Seorang ayah atau ibu mempunyai sifat-sifat yang menyebabkan ia tidak lagi dapat dianggap cakap untuk melakukan kekuasaan orang tua. Dalam hal ini hanya dapat dimintakan oleh Dewan Perwalian (Voogdijraad) atau Kejaksaan dan tidak dapat dipaksakan jika si ayah atau ibu itu melawannya.

Selanjutnya dapat juga dimintakan pada hakim supaya orang tua itu dicabut kekuasaannya (ontzet), berdasarkan alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang, antara lain jika:

  1. orang tua itu salah mempergunakan atau sangat melalaikan kewajibannya sebagai orang tua,
  2. berkelakuan buruk,
  3. dihukum karena sesuatu kejahatan yang ia lakukan bersama-sama dengan anaknya atau dihukum penjara
    selama duan tahun atau lebih.

Pencabutan kekuasaan orang tua apabila orang tua sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak-anak, atau bekelakuan buruk sekali, maka salah satu atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu. Yang mengajukan permintaan pencabutan itu adalah: (Pasal 49 ayat (1) UUP)

  1. orang tua, apabila salah satunya dimintakan pencabutan;
  2. keluarga anak berada dalam garis lurus ke atas;
  3. saudara kandung yang telah dewasa;
  4. pejabat yang berwenang;

Permintaan pencabutan kekuasaan orang tua diajukan kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal orang tua yang bersangkutan.

Akibat pencabutan kekuasaan orang tua ialah orang tua kehilangan kekuasaan atas anaknya, anak ditaruh di bawah perwalian, kekuasaan orang tua akan timbul lagi, apabila alasan pencabutan sudah hilang atau lenyap

Perwalian (Voogdij)

Perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang dibawah umur, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua. Pada umumnya dalam setiap perwalian hanya ada seorang wali saja, kecuali apabila seorang wali ibu (moerdervoogdes) kawin lagi, dalam hal mana suaminya menjadi wali ayah. Jika salah satu dari orang tua tersebut meninggal, maka menurut undang-undang orang tua yang lainnya dengan sendirinya menjadi wali bagi anak-anaknya.

  1. anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua;
  2. anak sah yang orang tuanya telah bercerai;
  3. anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind)

Ada beberapa macam wali, yaitu:

  1. Wali yang ditunjuk oleh orang tua semasa ia masih hidup (melalui surat wasiat). Pada masa orang tua masih hidup telah menunjukkan wali dari anakanaknya kalau ia meninggal sebelum anak itu dewasa melalui akte notaris.
  2. Wali menurut undang-undang. Siapa yang terlama hidup maka ia yang akan menjadi wali (ayah atau ibunya) (Pasal 345 KUH Perdata).
  3. Wali yang diangkat oleh hakim. Orang tuanya meninggal sehingga wali ditunjuk oleh hakim. Seseorang yang diangkat menjadi wali oleh hakim, harus menerima pengangkatan itu, kecuali jika ia seorang isteri yang kawin atau jika ia mempunyai alasan-alasan menurut undang-undang untuk minta dibebaskan dari pengangkatan itu. Alasan-alasan itu antara lain jika ia, antuk kepentingan negara harus berada (luar negeri, jika ia seorang anggota tentara dalam dinas aktif jika ia sudah berusia 60 lebih, jika ia sudah menjadi wali untuk seorang anak lain atau jika sudah mempunyai 5 (lima) orang anak yang sah.

Ada golongan yang tidak dapat menjadi wali adalah orang yang sakit ingatan, orang yang belum dewasa, orang berada di bawah curatele, orang yang telah dicabut kekuasaanya sebagai orang tua, dicabut perwaliannya, kecuali untuk anakanaknya

Di samping kemungkinan orang lain dengan alasan tertentu ditunjuk oleh orang tua sebagai wali anaknya. Penunjukan dapat dilakukan secara lisan di muka dua orang saksi atau dengan wasiat.
Syarat-syarat seseorang dapat ditunjuk sebagai wali (Pasal 51 ayat (2) UUP) sebagai berikut:

  1. Dewasa
  2. berpikiran sehat;
  3. berprilaku adil
  4. jujur
  5. berkelakuan baik

Pendewasaan (handlichting)

Pendewasaan adalah suatu upaya yang digunakan untuk meniadakan keadaan belum dewasa baik untuk tindakan tertentu saja atau secara keseluruhan. Dengan kata lain, upaya hukum yang menempatkan orang yang belum dewasa menjadi sama dengan orang dewasa. Seorang anak yang masih di bawah umur dengan seorang yang sudah dewasa, agar anak mampu bertindak sendiri di dalarn pengurusan kepentingankepentingan sendiri maka dilakukanlah pendewasaan adalah dengan suatu pernyataan tentang seorang yang, belum mencapai usia dewasa sepenuhnya atau hanya untuk beberapa hal saja dipersamakan dengan seorang yang sudah dewasa.

Pengampuan (curatele)

Pengampuan adalah keadaan orang yang telah dewasa yang disebabkan sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap mengurus kepentingannya sendiri atau kepentingan orang lain yang menjadi tanggungannya, sehingga pengurusan itu harus diserahkan kepada seseorang yang akan bertindak sebagai wakil menurut undang-undang dari orang yang tidak cakap tersebut. Orang yang telah dewasa yang dianggap tidak cakap tersebut disebut kurandus, sedangkan orang yang bertindak sebagai wakil dari kurandus disebut pengampu (kurator).

Orang-orang yang ditempatkan di bawah pengampuan yaitu:

  1. orang dungu
  2. orang sakit ingatan
  3. orang boros

Orang-orang yang berhak mengajukan pengampuan, ialah:

  1. Bagi orang dungu adala pihak yang merasa tidak mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri;
  2. Bagi orang yang sakit ingatan adalah setiap anggota keluarga sedarah dan istri atau suami, dan jaksa dalam hal curandus tidak mempunyai istri atau suami ataupun keluarga sedarah di wilayah Indonesia;
  3. Bagi orang yang boros adalah setiap anggota keluarga sedarah dan sanak keluarga dalam garis ke samping sampai derajat keempat dan/istri atau suaminya.

Pengampuan akan berakhir dengan 2 (dua) macam cara, yaitu:

  1. Secara Absolut, karena orang yang berada di bawah pengampuan meninggal dunia dan adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab di bawah pengampuan telah hapus.
  2. Secara Relatif, karena:
    • pengampu menanginggal dunia;
    • pengampu dipecat atau dibebastugaskan;
    • suami diangkat sebagai pengampu yang dahulunya berstatus sebagai orang yang berada dibawah pengampu(dahulu berada di bawah pengampu karena alasan-alasan tertentu)

Dengan berakhirnya pengampuan, maka berakhirnya tugas dan kewajiban pengampu. Menurut ketentuan Pasal 141 KUH Perdata bahwa berakhirnya pengampuan harus diumumkan sesuai dengan formalitas yang harus dipenuhi seperti pada waktu permulaan pengampuan. Di samping itu bahwa ketentuanketentuan berakhirnya perwalian seluruhnya mutatis mutandis berlaku pula berakhirnya pengampuan (Pasal 452 ayat (2) KUH Perdata).

Ketidakhadiran/Orang Yang Hilang

Ketidak hadiran adalah ketidak beradaan seseorang ditempat atau seseorang meninggalkan tempat dengan tidak memberikan kuasa pada seseorang untuk mengurus kepentingan-kepentingan harus diurus. Ada 3 (tiga) keadaan tidak hadir seseorang, yaitu:

  1. Pengambilan tindakan sementara, di mana jika ada alasan-alasan yang mendesak untuk mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaannya.
  2. Kemungkinan sudah meninggal. Seseorang dapat diputuskan sudah meninggal jika:
    • Tidak hadir 5 tahun, bila tidak meninggalkan surat kuasa (Pasal 467 KUH Perdata), dimulai pada hari ia pergi tidak ada kabar yang diterima dari orang tersebut atau sejak kabar terakhir diterima.
    • Tidak hadir 10 tahun, bila surat kuasa ada tetapi sudah habis berlakunya (Pasal 470 KUH Perdata), dimulai pada hari ia pergi tidak ada kabar yang diterima dari orang tersebut atau sejak kabar terakhir diterima.
    • Tidak hadir 1 tahun, bila orangnya termasuk awak atau penumpang kapal laut atau pesawat udara (Stbl. 1922 No. 455), dimulai sejak adanya kabar terakhir dan jika tidak ada kabar sejak hari berangkatnya.
    • Tidak hadir 1 tahun, jika orangnya hilang pada suatu peristiwa fatal yang menimpa sebuah kapal laut atau pesawat udara (Stbl. 1922 No. 455), di mulai sejak tanggal terjadinya peristiwa.
    • Dalam Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975, dikatakan bahwa apabila salah satu pihak meninggalkannya 2 tahun berturut-turut, pihak yang ditinggalkan boleh mengajukan perceraian

Ketidakhadiran sesorang untuk mgurus kepentingannya, maka atas permintaan orang yang berkepentingan ataupun atas permintaan jaksa, hakim untuk sementara dapat memerintahkan BHP untuk mengurus kepentingankepentingan orang yang bepergian tersebut. Jika kekayaan orang tersebut tidak begitu besar maka dapat diserahkan pada anggota keluarga yang ditunjuk oleh hakim.
Adapun kewajiban BHP, yaitu:

  1. Membuat pencatatan harta yang diurusnya
  2. Membuat daftar pencatatan harta, surat-surat lain uang kontan, kertas berharga dibawa ke kantor BHP
  3. Memperhatikan segala ketentuan untuk sesorang wali mengenai pengurusan harta seorang anak (Pasal 464 KUHPerdata)
  4. Tiap tahun memberi pertanggung jawaban pada jaksa dengan memperlihatkan surat-surat pengurusan dan efek-efek (Pasal 465 KUH Perdata)

BHP berhak atas upah yang besarnya sama dengan seorang wali dalam mngurus kepentingan orang yang tidak hadir (Pasal 411 KUH Perdata).

Domisili

Domisili adalah terjemahan dari domicile atau woonplaats yang artinya tempat tinggal. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, domisili atau tempat kediaman itu adalah “tempat di mana seseorang dianggap hadir mengenai hal melakukan hak-haknya dan memenuhi kewajibannya juga meskipun kenyataannya dia tidak di situ”. Menurut KUH Perdata, tempat kediaman itu seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di mana ia sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana ia berkediaman pokok.

Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit, karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Untuk memudahkan hal tersebut dibedakan antara tempat kediaman hukum (secara yuridis) dan tempat kediaman yang sesungguhnya. Tempat kediaman hukum adalah “tempat di mana seseorang dianggap selalu hadir berhubungan dengan hal melakukan hak-haknya serta kewajiban-kewajibannya, meskipun sesungguhnya mungkin ia bertempat tinggal di lain tempat. Menurut Pasal 77 dan Pasal 1393 KUH Perdata, tempat tinggal itu adalah “tempat tinggal di mana sesuatu perbuatan hukum harus dilakukan”.

Macam-macam domisili, yaitu:

  1. Tempat tinggal sesungguhnya yaitu tempat yang bertalian dengan hakhak melakukan wewenang seumumnya. Tempat tinggal sesungguhnya dibedakan antara tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak terikat/tergantung hubungannya dengan orang lain.
  2. Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas yaitu yang ditentukan oleh hubungan yang ada antara seseorang dengan orang lain. Misalnya: tempat tinggal suami istri, tempat tinggal anak yang belum dewasa di rumah orang tuanya, orang di bawah pengampuan di tempat kuratornya.
  3. Tempat tinggal yang dipilih, yaitu tempat tinggal yang berhubungan dengan hal-hal melakukan perbuatan hukum tertentu saja. Tempat tinggal yang dipilih ini untuk memudahkan pihak lain atau untuk kepentingan pihak yang memilih tempat tinggal tersebut.
    Tempat tinggal yang dipilih ada 2 (dua) macam, yaitu:
    • Tempat kediaman yang dipilih atas dasar undang-undang, misalnya dalam hukum acara dalam menentukan waktu eksekusi dari vonis.
    • Tempat kediaman yang dipilih secara bebas misalnya dalam melakukan pembayaran memilih kantor notaris (Sri Soedewi M. Sofwan).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *