Allah Sebagai Al-Hakim
Allah SWT sebagai Hakim atau pembuat Hukum. Kata “hakim” secara etimologinya dalam bahasa arab berarti: orang yang memutuskan dan menetapkan hukum, yang menetapkan segala sesuatu, dan yang mengetahui hakikat seluk beluk segala sesuatu. Adapun menurut terminology ushul fiqih, kata hakim menunjuk pihak yang menciptakan dan menentapkan hukum syariat secara haiki. Kita dapat mengetahui ini dari ayat-ayat al-quran sebagai firman allah yang menjadi mukjizat nabi muhammmad SAW yang dijadikan sebagai pedoman hidup manusia, yang tidak ada satupun ayat yang bisa di duplikat manusia. Allah sebagai Al-hakim atau pemberi hukum tidak bisa berbicara seperti bahasa Indonesia. Hal ini karena allah bersifat mukholafatul lil hawaditsi (berbeda-beda dengan mahluknya) oleh karena itumustahil jika allah berbicara seperti bahasa mahluknya.
Jumhur ulama sepakat, hanya allah yang menciptakan dan menentapkan perintah dan larangannya dan sejalan dengan itu, hamba-hambanya wajib tunduk dan mematuhi perintah dan larangannya. Dalam penetapan hukum ulama ushul fiqih dikenal dengan dua istilah yaitu Al-mutsbit li al hukm ( yang menentapkan hukum) dan Al-muzhir lil al hukm (yang membuat hukum menjadi nyata). ialah yang berhak membuat dan menetapkan hukum hanya allah swt tidak siapapun berhak menetapkan kecuali allah.
Dalam istilah al-hakim dan asy-syari selain bermakna Allah SWT pencipta dan pembuat hukum, harus pula ditambahkan Rasulullah SAW bukan karena beliau memiliki wewenang otonom membuat hukum dan syariat, tetapi karena beliau diberi tugas, antara lain, menjelaskan aturan- aturan hukum syariat yang juga bersumber dari wahyu Allah SWT. Yang dikenal dua macam bentuk wahyu yang disampaikan Rasulullah yaitu wahyu matluw (wahyu yang dibacakan/Al-Qur’an) dan wahyu ghairu matluw (wahyu yang tidak dibacakan/Al-Hadits/As-Sunnah). Dari definisi di atas dapat diambil pengertian pertama bahwa pembuat hukum, yang menetapkan hukum,yang memunculkan hukum dan yang membuat sumber hukum, Kedua, Hakim adalah yang menemukan hukum,yang menjelaskan hukum,yang memperkenalkan hukum dan yang menyingkap hukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa Al-Hakim adalah Allah SWT Dialah pembuat hukum dan menjadi satu-satunya sumber hukum yang wajib ditaati dan diikuti oleh semua mukallaf.
Hubungan Allah, Manusia dan Hukum Islam.
Hubungan antara Allah ,manusia,dan hukum Islam adalah inti dari ajaran Islam. Berikut adalah penjelasannya :
1. Allah : Dalam Islam Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa,Pencipta segala sesuatu dan sumber hukum.Allah memberikan petunjuk hidup melalui wahyu-Nya,yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw.Hukum Islam ( Syariah) bersumber dari petunjuk allah saat ini untuk meyakinkan umat islam tentang semua hukum dan peraturan dalam islam berasal dari Allah.
2. Manusia:Manusia dianggap sebagai makhluk ciptaan Allah yang diberi akal dan tanggung jawab.Tugas manusia adalah mengikuti petunjuk Allah untuk hidup sesuai dengan ketentuan prinsip islam.Dalam pandangan islam manusia memilih kebebasan untuk memilih,tetapi harus mempertanggungjawabkan pilihan tersebut kepada Allah.
3. Hukum Islam (Syariah):Hukum Islam atau syariah adalah kumpulan aturan dan hukum yang berasal dari Al-Qur’an(kitab suci) dan Hadis(perkataan dan tindakan Nabi Muhammad SAW).Hukum ini mencakup berbagai aspek kehidupan,termasuk ibadah,muamalah (hubungan sosial dan ekonomi ),dan akhlak (etika dan moral).Syariah bertujuan untuk untuk menciptakan keadilan,kesejahteraan,dan ketertiban dalam masyarakat dengan mengikuti petunjuk Allah.
Hubungan antara Ketiganya:
- Allah sebagai Pemberi Hukum: Allah menetapkan hukum yang harus diikuti oleh manusia. Hukum-hukum ini mencerminkan keadilan, kasih sayang, dan hikmah Allah
- Manusia sebagai Pelaksana Hukum: Manusia wajib mengikuti hukum yang telah ditetapkan oleh Allah. Pelaksanaan hukum ini adalah bentuk ketaatan dan ibadah kepada Allah.
- Hukum Islam sebagai Panduan: Hukum Islam berfungsi sebagai panduan bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Dengan mengikuti hukum Islam, manusia diharapkan dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Manusia dan Hukum Islam
Manusia sebagaimana telah dijelaskan di atas ,dilahirkan dengan seperangkat potensi untuk beriman kepada Allah;mengindusi obyek-obyek yang menyenangkan dan mempertahankan diri dari berbagai hal yang dapat membahayakan.manusia dengan gaya akalnya mampu mengetahui adanya Allah.Bahkan menurut teori muktazilah manusia dengan akalnya mampu mengetahui kewajiban-kewajibannya terhadap Tuhan (Allah).Namun akal tidak sanggup mengetahui cara-cara berterima kasih kepada Allah.Berterimakasih kepada Allah adalah hakikat ibadah dan penyerahan diri dari mendekatkan diri(taqarrub) kepada Allah.
Ibadah kepada Allah pun adalah jalan untuk memperoleh pengetahuan yang benar dari Yang Maha Benar, untuk bertindak yang benar dan bijaksana sesuai dengan kehendak Yang Maha Benar dan Maha Bijaksana. Karena manusia beribadah dan mendapat percikan cahaya di dalam kalbunya, yakni cahaya Allah, maka manusia memproleh pengetahuan yang benar. Cara memperoleh pengetahuan serupa itu disebut mukasyafah atau al Kasyf, yakni pengetahuan intuitif yang mempunyai tingkat kebenaran tertinggi yang mungkin diperoleh manusia.
Berdasarkan pengetahuan intuitif inilah manusia dapat menerima kebenaran hukum Islam. Manusia dapat menerima kebenaran wahyu. Akal tidak mengetahui cara berterima kasih kepada Allah. Wahyu turun untuk membantu manusia menunjukkan cara-cara berterima kasih tersebut. Itulah sebabnya manusia harus taat kepada petunjuk wahyu. Manusia harus mengikuti petunjuk wahyu, baik dalam pengertian al-Qur’an yang merupakan kalam Ilahi maupun dalam pengertian Sunnah Rasul.
Oleh karena itu, manusia harus menyatakan dua kalimah syahadah sebagai suatu kewajiban yang sesuai dengan fitrah dan sifat alamiah manusia itu sendiri. Wahyu menjamin manusia mencapai kebahagiaan selam ia mengikuti petunjuk-petunjuknya. Hukum Islams aber kepada wahyu itu pun pengatur bagaimana manusia harus bertindak agar selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat. Perbuatan dan tindakan manusia dilihat dari segi adanya penntah atau larangan melakukannya ada lima yang kemudian dikenal di kalangan pakar hukum Islam denan sebutan al-Ahkam al-Khamsah (lima hukum), yaitu, hukum wajib, haram, sunnat, makruh, dan mubah.
Hukum Islam berdasarkan atas dan sesuai dengan potensi insani dan sumber-sumber kebenaran tertinggi dari Yang Maha Esa dan Maha Benar. Pengalaman manusia dalam kehidupannya yang selalu ada di bawah cahaya kedua sumber kebenaran itu akan menghasilkan kebijakan yang tertinggi yang disebut al-Hikmah al- Ilahiyyah.
article by: Mardiyah Nur I., Nur Riqzi Amalia, Ghoutsul Alam, Anggie Aulia W.M.
#HukumIslam #Al-Hakim #HubunganAllahmanusiadanhukumIslam #FilsafatHukumIslam #KekuasaanAllah #SumberhukumIslam #Syariah #KeadilandalamIslam #Wahyusebagaisumberhukum #KetaatankepadaAllah
Leave a Reply